25-09-2022
Jika Carl Schmitt benar bahwa konsep negara-bangsa modern adalah sekularisasi dari konsep teologi, maka memang pemakaian ‘bayangan’ atau shadow dalam olah kuasa ranah negara-bangsa haruslah hati-hati. Dalam konsep teologi misalnya, malaikat yang seakan selalu hadir sebagai ‘bayang-bayang’ dan selalu ‘mengawasi, atau membimbing’, atau apalah mau dikata, dalam penghayatan iman-teologis akan dengan mudah diterima. Bahkan ditunggu-tunggu kehadirannya. Tak perlu akuntabilitas atau sebuah pertanggung-jawaban. Tetapi tidak dengan bermacam ‘bayangan’ dalam konteks hidup negara-bangsa yang sudah di-sekularisasi itu. Tuntutan akuntabilitas dan pertanggung-jawaban pasti akan mengemuka. Karena apa? Karena ‘bayangan’ akan dihayati sebagai bukan sosok malaikat yang tidak perlu akuntabilitas atau pertanggung-jawaban di depan manusia. ‘Bayangan’ adalah semata produk manusia, dan jika ia ‘tertangkap’ maka akuntabilitas dan pertanggung-jawaban mutlak diperlukan. Tidak ada alternatif lain. Menolak akuntabilitas, menolak pertanggung-jawaban, menolak investigasi penuh sampai pada hal sekecil-kecilnya maka sebenarnya ia sedang berperilaku layaknya Tuhan saja. Tuhan yang menciptakan bermacam ‘bayangan’ itu. Tuhan yang tidak bisa dimintai akuntabilitasnya dan pertanggung-jawabannya di depan manusia.
Maka kepada Menteri Nadiem soal ‘shadow organization’ yang kemudian merebak menjadi bahan pembicaraan khalayak, dan itu juga mulai dari mulut-mulut anda sendiri, tidak ada jalan lain, buatlah pertanggung-jawaban soal ‘shadow organization’ itu. Jelaskan sejelas-jelas-nya, kapan itu dibentuk, apa tujuannya, siapa-siapa saja yang ada dalam shadow organization itu. Kapan dia masuk, kapan dia keluar. Apa yang sudah dikerjakan, dan biayanya dari siapa. Berapa mereka digaji setiap bulannya. Kantornya di mana. Dan banyak lagi, se-detail-detail-nya. Dan juga siap untuk di-investigasi oleh siapapun. *** (25-09-2022)