04-6-2018
‘Kecerdasan bernegara’ bagi warga negara bisa ditingkatkan dengan salah satunya, pendidikan kewarga-negaraan atau civic education. Kecerdasan bernegara bagi pemilih, terutama pemilih pemula bisa ditingkatkan dengan pendidikan pemilih atau voters education. Bagi penyelenggara negara, bisa ditingkatkan salah satunya melalui Lemhanas. Dan masih banyak lagi. Bagi ‘penyelenggara (negara) terpilih’? Karena sebagian besar ‘posisi’ pengelola negara yang melalui jalan pemilihan adalah berasal dari partai politik maka tentulah tugas partailah yang pertama-tama untuk meningkatkan kecerdasan bernegara ini bagi kader-kadernya yang dipersiapkan sebagai calon pengelola negara. Baik posisi di eksekutif maupun di legislatif. Tentu tidak dengan maksud mengurangi hak warga negara dalam kesempatan ikut dalam pemilihan ketika bicara soal ‘kecerdasan bernegara’ ini.
Kecerdasan bernegara tidak langsung menunjuk pada tingkat IQ seseorang, sepertihalnya misalnya apa yang sering disebut ‘kecerdasan emosional’ itu juga tidak secara langsung menunjuk tingkat IQ. Atau juga tingkat pendidikan formal. Tetapi meski begitu, tingkat IQ ataupun juga tingkat pendidikan seseorang mungkin saja bisa berpengaruh. Hal yang mungkin berkorelasi dengan ‘lincah’nya ketika membuat hubungan antar satu hal dengan hal lain, misalnya. Atau dengan luasnya wawasan. Tetapi yang tidak boleh dilupakan, luas dan kedalaman pengalaman. Luas dan kedalaman pengalaman tidak akan mungkin diajarkan di ruang-ruang kelas atau buku. Ia hanya dapat diperoleh dalam spiral aksi-refleksi.
Kenapa kecerdasan bagi penyelenggara ini diperlukan? Karena ini republik, res-publica, bukan kerajaan. Bahkan di banyak kerajaan-pun, dulu, bagi para birokrat-nya harus menjalani berbagai pendidikan, baik sebagai calon birokrat maupun sesudahnya. Calon raja-pun jika memungkinkan akan dipersiapkan sejak dini. Tetapi karena kerajaan, maka jika terpaksa, belum siap-pun atau bahkan masih anak-anak/remaja sekalipun, ia bisa naik takhta.
Res-publica dalam banyak hal akan mewujud sebagai negara hukum. Sebagai ‘anti-tesis’ dari bentuk kerajaan dimana hukum ada di tangan raja, maka kekuasaan tertinggi dalam res-publica akan diatur oleh adanya hukum. Semestinya antara kekuasaan dan pelaksanaan kekuasaan mengalir dalam sosok yang mempunyai kecerdasan bernegara, paling tidak karena dalam pelaksanaan kekuasaan memerlukan pemahaman hukum yang cukup memadai –sekali lagi, karena bukan raja. Masalahnya, dalam ‘rejim-elektabilitas’, dua hal ini bisa-bisa dipaksa untuk dipisahkan. Dalam kompetisi merebut kekuasaaan, ‘rejim elektabilitas’ ini bisa menyingkirkan ‘rejim kecerdasan bernegara’, dalam arti siapapun yang mempunyai kemampuan atau elektabilitas tertinggi, dialah yang akan dimajukan, syukur-syukur juga mempunyai kecerdasan bernegara tinggi. Jika tidak? Bagi mereka: tidak apa-apa, sebab nanti jika terpilih, pelaksana kekuasaan riil adalah orang lain. Atau toh nanti jika terpilih, kecerdasan bernegara akan ditingkatkan sambil belajar.
Perlunya kecerdasan bernegara bagi pengelola negara ini, kiranya banyak hal yang mendukung peran pentingnya.[i] Dengan kecerdasan bernegara, hidup bersama bisa menjadi tidak mudah jatuh pada situasi chaos, dalam arti: menjadi tidak terkendali. Dan yang lebih penting lagi adalah tidak jatuh pada totaliterisme. Karena terbatasnya kecerdasan bernegara maka bisa-bisa berbagai rambu-rambu hukum ditabrak, dan ini bisa berakibat penghayatan akan res-publica semakin merosot. Ketika berbagai reaksi muncul, sekali lagi karena kecerdasan bernegara yang tidak memadai, godaan untuk melakukan represi terhadap suara-suara kritis dapat begitu menggodanya. Dan tiba-tiba saja, selangkah lagi sudah menjadi totaliter.
Bagi siapapun, kekuasaan selalu menggoda. Kecerdasan bernegara adalah salah satu yang bisa diharapkan untuk mengendalikan godaan kekuasaan. Demi terwujudnya cita-cita bersama. Tidak mudah, dan tidak ada yang bilang itu mudah, sebab yang kita hadapi adalah ‘politik riil’, yang kadang jauh dari ‘politik ideal’. Tetapi kadang referensi (riil) bisa membantu, dan kita punya pengalaman bagaimana res-publica yang kita cintai ini dikelola oleh orang dengan kecerdasan bernegara di bawah standar, dan hasilnya? Seperti sudah kita rasakan bersama: terlalu banyak yang dipertaruhkan ..... *** (04-6-2018)
[i] Lihat juga, Shangshangce, https://www.pergerakankebangsaan.com/018-Shangshangce/