07-04-2022
Invasi Rusia ke Ukraina memberikan banyak pelajaran. Salah satunya adalah, alasan memulai perang itu bisa bermacam-macam kemungkinannya, yang inilah, yang itulah. Bahkan klaim itu, klaim ini juga. Macam-macam. Ketika kegilaan gejolak hasrat itu sudah tak terbendung lagi maka kegelapanlah yang membayang. Kita bisa melihat dari hari-ke-hari dampak invasi Rusia ke Ukraina itu, hampir 4 juta warga Ukraina mengungsi ke nagara-negara tetangga. Gedung apartemen, fasilitas umum, kendaraan, dan bermacam lagi hancur. Belum lagi ketika foto satelit menampakkan bagaimana mayat-mayat warga sipil tergeletak di jalan-jalan. Mengerikan. Siapa menang, siapa kalah, tidak akan menghapus kengerian itu.
‘Hidup adalah perbuatan’, demikian kata-kata dalam spanduk, baliho, dan lainnya bertebaran di banyak tempat di republik, lebih dari 10 tahun lalu. Dan tentu bersama foto salah satu ketua partai politik saat itu, SB –seorang pengusaha sukses. Berhasilkah tebaran spanduk, baliho itu membuat ia semakin mendekat pada ‘pusat kekuasaan’? Menjadi salah satu aktor utamanya? Kita bisa melihat bagaimana cerita selanjutnya. Tetapi apakah, misalnya ia pakai ‘konsultan politik’, gratiskah itu? Nampaknya kok tidak. Untung besarkah si-‘konsultan politik’-nya? Coba saja dilihat di laporan pajaknya, misalnya. Kalau ia tertib bayar pajak. Ketika para ‘konsultan politik’ itu masuk ke ‘kelas pedagang’, menurut Platon memang bisa-bisa merepotkan banyak pihak karena ia kemudian suka ‘lompat-lompat pagar’. Sebab soal dagang itu yang dicari adalah keuntungan saja. Memang begitulah. Dan jangan berharap untuk ‘cinta tanah air’ atau apalah mau disebut, ini menurut Platon. Tetapi kita tidak usah mengutuk ‘kelas pedagang’ karena bawaannya memang begitu, dan hidup bersama tentu akan pincang tanpa kehadiran mereka.
‘Hidup adalah berkuasa’ mungkin jika dibuat spanduk dan balihonya akhir-akhir ini, sekitar-sekitar itulah temanya. Dan bagaimana ‘industri konsultan politik’ mengendus bau roti ini? Bisa-bisa proposal segera diajukan, lengkap dengan biaya-biayanya. Komplit. Keuntunganpun segera membayang. Sejak jaman Platon orang-orang jenis seperti ini sudah ada, kaum Sofis. Dan besok-besokpun akan tetap ada. Orang-orang jenis ini yang dipikirkan hanyalah fulus, profit, keuntungan saja. Perut-perutnya sendiri. Jadi jangan berpikir soal ‘cinta tanah air’ masuk dalam otaknya, ketika perannya sebagai ‘konsultan politik’ itu lebih terhayati semata sebagai soal dagang saja. Maka kuncinya adalah pada aktor-aktor politiknya. Apakah ia mau-mau saja memakai ‘konsultan politik’ jenis ini? ‘Konsultan politik’ jenis ini, ia tidak akan urusan jika nantinya apa-apa yang dikerjakan itu bisa memberikan ‘efek samping’ yang tidak kecil, bahkan menghancurkan, misal membesarnya potensi ‘konflik horisontal’.
Belajar dari invasi Rusia ke Ukraina, seperti sudah disinggung di atas, bermacam alasan, bermacam klam-klaim, bisa mendorong perang kemudian berkobar. Bayangkan ‘konflik horisontal’ terjadi dan membesar menjadi tidak terkendali, sejarah kelam bisa-bisa akan mendekat dengan cepatnya. Yang paling kelam jelas mendekat memakai rute perang. Mau menang, mau kalah: hancur-hancuran. Kita tidak bisa menuntut ‘konsultan politik’ jenis seperti ini untuk ‘cinta tanah air’, meski kita bisa memberikan ‘sangsi sosial’ dengan menaruh mereka ke bak sampah misalnya. Setiap omongannya, kita cibir saja. Bau busuk, sebenarnya. Tetapi kita bisa menuntut aktor-aktor politik, terutama aktor-aktor utamanya untuk –katakanlah, ‘cinta tanah air’. Menuntut dengan bermacam caranya. Terlebih adanya beberapa gejala, jika abad 20 dikenal salah satunya sebagai ‘abad nasionalisme’, akankah abad 21 nantinya akan dikenal sebagai ‘abad pembelahan’? *** (07-04-2022)