26-02-2022
Apa yang terjadi di Ukraina adalah pelajaran sangat berharga. Hidup-matinya sebuah negara-bangsa pertama-tama adalah di tangan sendiri, dan bukan lainnya. Nasib hidup bersama adalah di tangan sendiri, bahkan meski sudah ada PBB sekalipun. Meski juga sudah ada yang disebut sebagai ‘negara-negara sahabat’ itu. Tentu kerja sama adalah sangat penting, dalam semua hal. Tetapi sekali lagi, ketika tiba saatnya bahwa itu adalah urusan sendiri, maka sudah harus siap, mestinya.
‘Baik-baiklah dengan rakyat’, demikian suatu saat pesan Ryamizard Ryacudu di hadapan taruna-taruna di Akmil Magelang sana. Lebih dari bahwa bagaimanapun TNI lahir dari rakyat, tetapi lihat misal perang di Ukraina sekarang ini, bagaimana Presiden Ukraina akhirnya ‘memobilisasi’ rakyat Ukraina untuk ikut serta memberikan perlawanan. Ber-baik-baik dengan rakyat mestinya bukanlah berarti pertama-tama ‘baikan dengan rakyat’, tetapi pertama-tama adalah soal ‘jangan menyakiti’ rakyat. Caranya? Jadi tentara yang profesional, yang memang rakyat melihat dengan kepala sendiri bahwa tentaranya yang ‘dihidupi’ oleh bermacam pajak dari rakyat itu, memang bisa diandalkan jika perang terjadi. Maka kerjaan utama tentara itu ya latihan perang. Dengan bermacam simulasi perang yang terjadi. Dengan segala persiapannya, dari analisis situasi, strategi-taktiknya, logistik-alat-alat perangnya, sampai kondisi fisik serta ketrampilan tentara. Melihat tentaranya yang sungguh profesional, tanpa dimintapun rakyat akan tergerak berdiri di belakangnya ketika musuh datang menyerang. Tetapi bagaimanapun tetap harus diingat, dalam perang, kuncinya adalah tentara terlatih dengan segala alat-alat perangnya, bukan rakyat terlatih. Jangan dibalik.
Kebanyakan orang jika boleh memilih tentu akan memilih jalan damai, bukan perang yang saling bunuh itu. Tetapi faktanya perang selalu potensial akan ada, macam-macam alasannya. Jika kita tidak siap perang maka akan jadi sasaran empuk dari yang demen perang itu. Yang terus saja meningkatkan kemampuan perangnya, seakan sedang berebut untuk menjadi polisinya dunia. Siapapun itu.
Di dalam dunia yang semakin sulit diprediksi, masing-masing negara-bangsa akan lebih ‘menyiapkan diri’ dari bermacam kemungkinan. Salah satu persiapan dalam situasi serba tidak menentu itu adalah efisiensi sumber daya. Sikap prudence semakin mendapat peran pentingnya. Katakanlah semua pengeluaran akan sungguh diperhitungkan, akan sungguh ditimbang-timbang. Kebocoran sumber daya dalam bermacam bentuknya harus juga sungguh diperhatikan supaya tidak terus-menerus menggerus daya tahan, terutama ketika situasi berubah menjadi semakin tidak menentu. ‘Insting kedaruratan’ dari pimpinan harusnya tumbuh seiring dengan sikap prudence yang terbangun. Kesaling-tergantungan dalam pergaulan internasional itu mestinya tidak berubah menjadi ketergantungan. Pemimpin yang sok-sok-an gegayaan tanpa beban dan otak kecil akan cenderung menjauh dari sikap prudence, dan ujungnya hanya akan menjerumuskan pada dalamnya jurang ketergantungan saja. Jika ada pemimpin yang seperti ini, rumusnya adalah segera diganti, bukannya malah minta diperpanjang. *** (26-02-2022)