www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

24-08-2021

Rakyat yang salah juga mengapa koruptor semacam Juliari itu hanya dihukum 12 tahun, kata hakim: karena Juliari sudah di-bully oleh khalayak. Benarkan argumen itu? Tentu salah besar, tetapi faktanya kita terlalu sering menemui bagaimana negara justru sering menyalahkan warganya sendiri. Rakyatnya sendiri. Jika negara terlalu sering menyalahkan rakyatnya, terlalu sering menyudutkan rakyatnya, apa sebenarnya yang sedang terjadi? Jangan-jangan bukan rejim demokrasi yang sedang berjalan, tetapi salah satu atau gabungan dari monarki, tirani, aristokrasi, oligarki.

Atau lihat permainan ‘politisi yang baik’ dan ‘politisi yang jahat’ itu. Bagi yang sering lihat serial CSI atau sejenisnya tentu akrab dengan istilah good cop, bad cop di ruang interogasi. Dalam politik jelas beda dampak permainannya, karena berurusan dengan kuasa yang bisa begitu kejamnya. ‘Permainan’ yang digambarkan oleh Machiavelli dengan telanjangnya.[1] Tidak hanya karena cuma ada satu yang berperan sebagai ‘politisi yang baik’, tetapi karena yang berperan sebagai ‘politisi yang jahat’ itu seakan mempunyai jangkauan luas. Dari kelas ‘jalanan’ sampai dengan di sekitar ‘istana’. Apa artinya ini? Jika kita memakai perbandingan film The Good, The Bad, The Ugly[2] maka bisa kita hayati bagaimana kuatnya pengaruh ‘sang-sutradara’-nya. Tidak main-main. Bahkan ketika seorang ketua umum partai besar memberikan kritik pada satu daerah, orang terdekat dari ‘politisi yang baik’ itu di hari kemudian memuji-muji makanan setempat. Kebetulan? Tidak ada artinya? Tidaklah, tetap itu bisa kita baca dari kacamata Machiavelli di atas. Dan banyaaak contoh lagi.

Memang sebaiknya wajah kuasa itu bisa langsung dihadapi sebagai wajah seorang manusia, sebab bagaimanapun ketika ia bisa tersirat-tersurat dalam wajah manusia ia bisa kita tuntut secara etik pula untuk tidak sewenang-wenang. Bahkan meski itu bukan berarti hadirnya sebuah jaminan. Maka meski secanggih apapun nantinya kecerdasan buatan itu berkembang, pimpinan dan terutama pimpinan tertinggi diyakini tetaplah seorang manusia.

‘Sang-sutradara’ dalam hal ini siapa yang sesungguhnya memegang kekuasaan, jika tidak pernah menampakkan wajah dirinya, ia-pun akan berpotensi lebih untuk melakukan kesewenang-wenangan. Sungguh-sungguh akan mempunyai potensi lebih untuk berperilaku semau-maunya karena yang dihadapi semata adalah bidak-bidak catur yang tidak bernyawa. Yang semau-maunya disuruh pethakilan tidak karu-karuan. Yang semau-maunya disuruh berujaran tidak mutu. Yang semau-maunya menyudutkan rakyat terus menerus. Yang semau-maunya menempatkan banyak khalayak sebagai warga kelas dua. Dan bisa-bisa juga, yang semau-maunya akan membelah republik menjadi beberapa kepingan. Tanpa sungkan, tanpa beban lagi. *** (24-08-2021)

 

[1] Lihat misalnya, https://www.pergerakankebang

saan.com/811-Salam-Dari-Sang-Penguasa-Edisi-Mural/

[2] https://www.pergerakankebang

saan.com/001-The-Good-The-Bad-The-Ugly/

Rakyat Yang Disudutkan