26-07-2021
Sejak sekitar tahun 1792, regime berarti “system of government or rule, mode of management.” Di Perancis, sistem pemerintahan sebelum revolusi 1789 disebut sebagai l’ancien régime. Sering kita dengar ada rejim monarki yang jika mengalami pembusukan ia akan berubah menjadi rejim tirani. Demikian juga rejim aristokrasi, busuk kemudian menjadi oligarki, dan rejim demokrasi bisa jatuh pada mob-rule. Tetapi dalam kegundahan pandemi ini rasa-rasanya kita mengenal sebuah ‘rejim baru’, kekuasaan bukan di tangan si-mono, atau si-tiran, atau si-aristo, atau si-oligark, atau si-demos, atau si-mob, tetapi di tangan ‘kegelapan’. Yaitu ketika system of government or rule, mode of management itu sungguh meminggirkan soal nyawa-kesakitan manusia-manusia. Ketika nyawa-nyawa manusia hanyalah soal angka statistik belaka. Ketika nyawa-nyawa manusia menjadi nomer kesekian setelah citra diri. Ketika nyawa-nyawa manusia menjadi nomer kesekian setelah memperkaya diri, setelah jual ini-jual itu, setelah ada yang begitu demen menggunakan kesempatan untuk akumulasi pundi-pundinya. Atau melahirkan undang-undang demi kokohnya proses akumulasi ke depannya. Atau ada yang sibuk menggumpalkan ‘logistik’ demi menyongsong proses-proses politik berikutnya. Ketika di atas nyawa-nyawa yang dipertaruhkan itu, masih saja ada yang sempat goyang ubur-ubur. Masih saja sempat glécènan sana glécènan sini. Sok marah-marah. Dan sok-sok-an lainnya. ‘Rejim baru’ apakah ini? ‘Rejim bangsat’-kah? Bangsatokrasi? Atau ada yang mau usul? *** (26-07-2021)