29-11-2020
Bayangkan sedang musim ujian, A mahasiswa yang kos itu justru menghabiskan waktu dengan nongkrong-ngobrol habis-habisan dengan orang sekitar. Dan bapak kos, Pak J dengan terbuka memberikan apresiasi pada A bahwa ia mempunyai social quotient tinggi. Padahal di balik itu Pak J mengambil keuntungan juga. Dengan akrab dan sering nongkrongnya A dengan orang sekitar Pak J sebenarnya berharap kos-kosannya akan menjadi lebih aman. Pada dasarnya juga Pak J tidak peduli apakah nantinya A dapat nilai baik atau bahkan hancur-hancuran. Tentu ada kemungkinan lain. Atau yang sering kita temui terkait dengan cerita krismon 1998 lalu misalnya, salah satunya bagaimana lembaga-lembaga keuangan internasional memberikan puji-pujian terhadap republik. Padahal analisis Rizal Ramli saat itu menunjukkan kondisi sebaliknya. Dan kita tahu, RR benar.
Atau lihat kemungkinan lain, dari Machiavelli.[1] Bagaimana Sang Pangeran menggunakan Remirro de Orco untuk menertibkan Rogmana yang baru saja ditaklukan. Tentu bisa kita bayangkan bagaimana Sang Pangeran melantunkan puja-puji atau apresiasinya, atau katakanlah ‘glembuk’-annya pada Remirro de Orco itu. Remirro de Orco-pun berangkat menertibkan Rogmana dengan segala kemampuannya. Bahkan dengan segala kekejamannya pula. Akhir cerita, Rogmana berhasil menjadi tertib. Dan sayangnya, demikian juga akhir cerita dari Remirro de Orco selanjutnya. Akhir yang tragis.
Meninggalnya Maradona nampaknya juga menjadi perhatian dari ‘Donald Trump’. Sayangnya, cuitan ‘Donald Trump’ itu meleset, ia berduka atas meninggalnya Maradona si-diva pop era 1980-an itu, demikian isi cuitannya. Madona maksudnya, yang sekarang masih jumpalitan itu. Tentu itu akun palsu. Tetapi sekejap rasa-rasanya itu bukanlah akun palsu. Dengan ‘reputasi’ Trump dari cuitan-ke-cuitan, atau dari hari ke hari, rasa-rasanya mungkin sekali kekonyolan itu hadir dari jempol si-Trump. Wajar. Memberikan apresiasi adalah hal yang sungguh baik. Mestinya kita tidak usah repot-repot melihat kepentingan apa di balik itu karena kita yakin bahwa itu adalah hal tulus. Tetapi secara tidak sadar kita juga kadang terdorong untuk melihat sekilas latar belakang atau istilahnya ‘track record’ dari si pemberi apresiasi itu. Terlebih jika ada cerita yang selalu berulang tentang banyaknya para penjilat berkeliaran. Atau bahkan berebut tampil ke depan. Atau juga, tukang ngibul di sana-sini. Repot memang. Padahal seharusnya ketika apresiasi diberikan, cukuplah atau paling tidak kita bilang: terima kasih. Juga dengan tulus, bukan basa-basi. *** (29-11-2020)
[1] https://www.pergerakankebangsaan.
com/637-Salam-Dari-Sang-Penguasa/