11-12-2019
KKN tidak mesti menjadi bagian dari extra-ordinary crime, tetapi ia bahkan bisa menjadi salah satu batu pondasi ‘extra-ordinary regime’. Rejim oligarki kaum ‘bangsawan’. Istilah bangsawan disebut untuk lebih menekankan bahwa rejim oligarki ini sebaiknya juga dihayati dalam ‘logika kerajaan’.
Upeti tidak jauh dari perbudakan, bedanya kalau perbudakan apa yang seharusnya diterima oleh budak diambil paksa di bawah cambuk, sedangkan upeti dari rakyat ke bangsawan dibayangi oleh ‘sihir’ kemuliaan. Sama-sama apa yang menjadi hak itu telah dikorupsi. Dikorupsi dan dibarter dengan perlindungan. Dalam rejim oligarki, korupsi dan perlindungan ini-pun akan erat tak terpisahkan. Juga dengan bermacam upeti. Tentu perlindungan adalah sisi yang tampak. Yang tidak nampak adalah ancamannya, jika upeti kurang maka pelindungan-pun akan berkurang pula. Toh sebagian dari upeti itu akan digunakan juga untuk biaya-biaya perlindungan.
Masalahnya adalah, bagaimana ‘sistem korupsi-upeti-perlindungan’ ini dapat berjalan di kalangan bangsawan yang ada di dalam dinamika rakyatnya? Tentu tidaklah cukup dengan hanya mengandalkan 'sihir' kemuliaan saja. Atau bermacam ancaman akan segala laku ‘menyimpang’. Perlu sumber daya yang jumlahnya tidak sedikit untuk ‘menggarami’ dinamika rakyat sehingga ‘asin’-nya seperti yang diharapkan. Level asin yang mana rejim oligarki ala kerajaan ini dapat nyaman hidupnya. Maka diperlukan ‘bangsawan-bangsawan kecil’ dalam jumlah tertentu. Ditawarkanlah bermacam privilege, dan terutama adalah soal kolusi dan nepotisme. Dengan kesempatan untuk melakukan kolusi dan nepotisme ini, bangsawan-bangsawan kecil ini dicangkokkan pada badan oligarki ala kerajaan ini. Secara tidak langsung juga telah terjadi ‘sumpah-setia’ terhadap kerajaan.
Nepotisme memang dari dulunya sudah masuk dalam ‘tata nilai’ kerajaan. Dalam konteks rejim oligarki, di antara bermacam pertalian, pertalian darah-lah yang paling bergaransi loyalitasnya. Baru kemudian per-konco-an, kroniisme. Para bangsawan kecil ini tentu juga mempunyai kesempatan untuk menjadi bangsawan lebih besar. Tetapi untuk menjadi atau masuk dalam kelompok bangsawan paling top sangat-sangat-sangat tidak mudah. Apalagi bangsawan paling top ini akan mempunyai kemampuan untuk memilih siapa yang akan menjadi atau dijadikan raja. Untuk membantu imajinasi, bayangkan pemilihan Paus oleh para Kardinal, conclave.
Untuk meyakinkan dibukanya keran kolusi dan nepotisme (di segala bidang/lembaga) ini perlulah contoh konkret dari sang raja. Melalui privilege bagi anak dan atau mantunya, misalnya.
Dibukanya keran kolusi dan nepotisme ini mempunyai daya rusak yang luar biasa. Tidak sedikit sebenarnya yang mempunyai potensi dan prestasi yang sungguh menjanjikan. Bahkan anak-anak yang berasal dari ‘kaum bangsawan’ itu sendiri. Lalu harus bagaimana? Tidak mudah, dan memang tidak mudah. Apalagi jika mempertahankan kekuasaan telah menjadi satu-satunya titik berangkat. Dan ... at all costs (lagi). *** (11-12-2019)