13-10-2019
Anda penggemar sepakbola? Jika ya tentu anda sering nonton gelaran pertandingan di Premier League, Inggris. Dari yang nampak di layar televisi, ada beberapa orang nampak ‘kurang-waras’, bukan karena berkostum oranye atau hijau muda, ia beredar di pinggir lapangan tetapi ia berdiri atau setengah jongkok atau duduk justru membelakangi lapangan. Mereka malah melihat dengan serius kepada para penonton dan melepas kesempatan emas untuk menikmati pertandingan dari jarak dekat. Ya, kelihatannya mereka ini adalah bagian dari petugas keamanan.
Apakah tidak cukup dengan CCTV yang disebar di berbagai sudut lapangan? Atau pemeriksaan saat mau masuk lapangan masih kurang? Atau pengambilan gambar oleh kamera-kamera peliput yang dioperasikan saat itu? Bagi petinju atau komentator pertandingannya, saat pertandingan akan dimulai, perkenalan dan tatap muka –mata vs mata, adalah salah satu momen penting. Dari situ saja sang komentator sudah bisa berceloteh mantap bahwa si A pasti akan tersungkur karena tampak plinthat-plinthut saat tatap mata itu. Mungkin itulah mengapa petugas disebar di sekeliling lapangan dan menghadap penonton, mata manusia yang mengawasi itu juga merupakan bagian penting dari ‘perang-psikologis’ antara ‘potensi anarki’ dan ‘faktual’-nya. Mata manusia dari si-petugas yang membelakangi lapangan dan menghadap penonton itu seakan secara psikologis memaksa penonton yang mempunyai niat ugal-ugalan akan berpikir dua-tiga-empat kali. Sama dengan ketika pasukan khusus sedang mengawal seorang figur VVIP. Ia akan memasang mata tajamnya ke kanan-kiri, atas-bawah ke arah sekitar bukan sekedar untuk menangkap sedini mungkin gejala tidak beres yang potensial mengancam figur VVIP yang sedang dikawalnya itu, tetapi juga perang-psikologis sedang juga digelar.
Coba bayangkan saja ketika Cheksea menggebuk MU, dan petugas di pinggir lapangan itu malah berdiri sejajar di antara penonton, dan ketika Drogba membobol gawang David de Gea tiba-tiba saja ada penonton meloncat dan berlari masuk lapangan. Gerak-gerik penonton ketika ia (si-penonton ugal-ugalan) yang sejajar dia (si-petugas o’on) itu masuk lapangan jelas tidak akan terdeteksi, dan jelas juga ia (si-petugas o’on) akan terlambat mengantisipasinya. Masih untung dia fans berat Chelsea dan masuk lapangan hanya untuk memeluk Didier Drogba sambil mengangkat tangan kanannya dan berteriak kegirangan, lha kalau tiba-tiba saja ia mengeluarkan pisau kecilnya dan menusuk? Heboh .... cuk. *** (13-10-2019)