02-08-2019
“Jika aku mati2an mendukung seseorang jadi pemimpin padahal aku tahu bahwa dia gak mampu jadi pemimpin, maka patut kau duga bahwa aku akan mengeruk keuntungan besar2an dari kepemimpinan dia,” demikian cuitan Jack Separo Gendeng hampir 6 bulan lalu, 11 Februari 2019.[1] Dan kira-kira inilah yang terjadi selama 6 bulan mulai dari setelah pemilihan sampai bulan Oktober nanti. Dan bukannya tidak mungkin terus berlanjut. Terlalu banyak pihak yang ingin ‘mengeruk keuntungan besar-besaran’ sehingga bisa saja butuh waktu paling tidak sampai 6 bulan untuk menyelesaikan 'kesepakatan' itu. Kesepakatan faustian. Èkèr-èkèran, jumpalitan tidak karu-karuan tepat di depan hidung ‘dia (yang) gak mampu jadi pemimpin’. Banyak yang berlagak seakan sedang bermain bargaining politik untuk keuntungan politik demi suatu cita-cita politik. Padahal yang terjadi secara telanjang adalah sebuah faustian bargain.
Maka misalnya, isu pindah ibukota-pun semakin dirasa oleh khalayak sebagai yang aéng-aéng. Aéng-aéng bagi republik tetapi tidak bagi yang ingin ‘mengeruk keuntungan besar-besaran’. Sama aéng-aéng-nya dengan vlog potong rambut dan cita-cita potong model undercut, tetapi tidak bagi yang ingin ‘mengeruk keuntungan besar-besaran’ karena jelas ia yang sedang nge-vlog itu tidak sedang aéng-aéng tetapi sedang serius ‘melaksanakan tugas’, menghibur khalayak. Siapa yang akan membangun ini, membangun itu, dan bagaimana skema utangnya, dan banyak lagi. Dan bagaimana ujungnya bisa everybody happy, kecuali bagi sebagian besar rakyat republik. Yang harus terus ketar-ketir soal defisit BPJS. Yang banyak bangunan sekolah masih bobrok. Korban bencana yang masih menunggu realisasi dari janji-janji. Harga kebutuhan pokok yang naik-turun sesukanya. Pengangguran yang tinggi dan merata di banyak daerah. Dan banyak lagi.
Sebelum pemilihan adalah pra-munas-munin, dan setelah pemilihan paling tidak selama 6 bulan sampai Oktober nanti, maratonnya munas-munin (musyawarah nasional-musyawarah internasional) kaum oligark. dan patronnya. serta para ‘stakeholder’ digelar. Dan inilah munas-munin ke-dua yang digelar begitu ‘meriah’nya dan sudah tanpa sungkan lagi. Pesta yang sesungguhnya di dalam ‘pesta demokrasi’ yang penuh dengan sajian kebusukan. Mereka sungguh intens dalam membahas ‘siapa dapat apa, berapa, kapan, dimana, bagaimana’-nya selama 5 tahun ke depan. Dan khalayak? Rakyat diminta melompat untuk berpikir soal 2024, dan ajakan itu paling tidak mulai ketika Denny JA mulai ngebacot (lagi) beberapa waktu lalu, ‘bla-bla-bla’, katanya. Dan buzzer-buzzer-mereka-pun mulai beraksi sikat sana sikat sini seakan 2024 itu adalah bulan depan. Giancuk! [2] *** (02-08-2019)
[1] https://twitter.com/sudjiwotedjo/status/1094888794224877569
[2] Dan segala ‘misuh’ yang diawali dengan huruf ‘g’, lihat: https://www.pergerakankebangsaan.com/004-Dari-3G-ke-4G-Dari-4G-ke-5G/