www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

20-06-2019

There are crimes of passion and crimes of logic’, demikian Albert Camus membuka Introduction-nya dalam The Rebel. Manusia mempunyai banyak dimensinya sehingga bermacamlah ia disebut. Dari homo sapiens, homo ludens, homo faber, sampai pada binatang rasional. Dua bentuk kejahatan yang disebut oleh Albert Camus di atas sedikit banyak menggambarkan sudut ekstrem manusia yang disebut Spinoza sebagai “desire is very essence of man” dan Alasdair McIntyre, “man is essentially a story telling animal”. Tulisan ini lebih pada soal ‘crimes of logic’.

‘Kejahatan logika’ ini tidak lepas dari apa yang dikatakan oleh McIntyre di atas, yaitu atas nama bermacam doktrin maka bermacam bentuk kejahatan bisa menjadi sah. Atau jungkir-baliknya itu dikatakan Camus: “yesterday it was put on trial; today it determines the law” –“kemarin (kejahatan) diadili, hari ini ia mendikte hukum”. Ketika McIntyre menulis seperti kutipan di atas, sebenarnya ia melanjutkan: “But the key question for men is not about their own authorship; I can only answer the question ‘What am I to do?’ if I can answer the prior question ‘Of what story or stories do I find myself a part?”. Bermacam doktrin adalah juga sebuah ‘story-telling’, hanya saja para ‘pendengar’-nya mempunyai kesempatan sangat terbatas untuk menjawab pertanyaan kedua, “of what story or stories do I find myself a part?”. “Lakukan saja”, demikian kira-kira jawaban dari ‘sang-doktriner’ ketika pertanyaan pertama muncul, “what am I to do?”. Dan bermacam doktrin itupun perlahan menjadi pembenaran bagi bermacam kejahatan. “Tetapi apabila manusia kehilangan wataknya dan mulai berlindung di balik doktrin-doktrin, kejahatan pun mulai mencari alasan-alasan pembenarannya, dan semakin berlipat ganda seperti alasan pembenarannya, dengan segala aspek silogismenya,” demikian Albert Camus.[1]

Kita kelihatannya sudah harus mulai melepaskan diri atau melonggarkan ‘strict-jacket’ yang kita pakai soal stereotipe terkait dengan doktrin ini, yaitu doktrin-doktrin yang akan berujung pada radikalisme. Karena ketika itu kita uji dalam realitas, kadang justru doktrin-doktrin ‘anti-radikalisme’ itu juga outcome-nya bisa sama atau lebih dahsyat dari yang pertama, stereotipe yang selama ini banyak dihayati. Story telling soal anti-radikalisme ini ternyata telah bermetamorfosis menjadi sebuah doktrin yang mana bermacam kejahatan berlindung dibaliknya. Termasuk juga kejahatan dalam demokrasi terkait dengan gelar pemilihan, misalnya. *** (20-06-2019)

 

[1] Albert Camus, Krisis Kebebasan, YOI, 1990, hlm. 33

'Kejahatan Hasrat' dan 'Kejahatan Logika"