16-05-2019
Setiap gelaran pemilihan umum selalulah ada dalam bayang-bayang kecurangan. Mengapa? Karena itu adalah pemilunya manusia, bukan malaikat. Maka memajukan demokrasi sebenarnya juga berarti semakin mengikis bayang-bayang kecurangan itu. Jika kita gagal terus dalam mengikis bermacam kecurangan, sebenarnya kita juga gagal dalam memajukan demokrasi pada umumnya. Apalagi jika pada satu saat ada pemilihan yang bahkan jika ‘korban kecurangan’ itu ditumpuk akan membentuk sebuah piramida. Piramida yang bahkan dari kacamata Onan Hiroshi dari Jepang-pun bisa melihatnya.
‘Korban kecurangan’ bukan saja berhenti hanya pada kontestan dan pemegang suara saja, tetapi bisa melebar kemana-mana seakan berbanding lurus dengan luas dan intensitas kecurangan. Katakanlah seperti dikatakan oleh Noam Chomsky soal ‘pengalihan isu’, jika itu berbanding lurus dengan luas dan intensitas kecurangan, bisa-bisa ‘social-cost’ dan bahkan ‘human-cost’-nya jika ditumpuk segera akan membentuk sebuah piramida.
Cobalah kita lihat lagi ungkapan seorang tokoh yang tanpa tedeng aling-aling lagi melontarkan ungkapan yang jelas-jelas rasis. Berapa harga sosial atau ‘social-cost’ dari ungkapan ini? Harga yang harus dibayar untuk apa? Dalam nuansa yang berkembang tidaklah berlebihan jika ini diduga menjadi bagian dari upaya menyamarkan sebuah kecurangan. Dan dengan melihat tingginya social-cost yang harus ‘dibayar’ republik, kita bisa meraba luas dan intensitasnya kecurangan. Tidak hanya satu tokoh saja yang ujarnya bisa diindikasikan sebagai upaya menyamarkan kecurangan itu. Lihat contoh ‘kecil’ saja, soal impor guru yang dilontarkan si-Menko. Founding fathers jelas sedang gundah mendengar ucapan tidak bermutu itu. Dan banyak lagi, bahkan sampai pindahnya ibukota. Berapa biaya sosial yang harus ditanggung publik republik atas lontaran-lontaran ‘provokatif’ nan mbèlgèdès itu?
Belum lagi soal bagaimana penanganan atau respon terhadap kematian-kematian petugas pemilihan yang seakan mendorong piramida korban kecurangan itu menjadi menjulang tinggi.
Sekali lagi, rasanya founding fathers sedang gundah di alam sana. Tidak hanya founding fathers, tetapi juga semua darah yang mengalir demi merebut kemerdekaan republik. *** (16-05-2019)
by Onan Hisroshi -2019