09-02-2019
Menurut Léon Robin, “keutamaan” (areté) menunjuk pertama-tama pada ciri khas yang berkaitan dengan fungsi optimal (excellency) suatu hal. Keutamaan sesuatu atau seseorang adalah ketika ciri yang menjadi karakter khasnya mewujud secara optimal.[i] Seekor kuda adalah “utama” manakala ia bisa berlari dengan cepat.[ii] Apa keutamaan dari si-terpilih dalam ranah demokrasi?
Noam Chomsky adalah salah satu pemikir yang sangat kritis tentang propaganda, peran media massa, dan sekitarnya. Tetapi dalam salah satu bukunya (bersama Edward S. Herman) Chomsky memakai istilah atau judul ‘consent’, yaitu pada bukunya Manufacturing Consent (1998). ‘Consent’ artinya ‘persetujuan’, dan jika dilihat dari asal katanya menunjuk pada ‘merasakan-bersama’, jadi tidak hanya satu pihak saja, tetapi melibatkan juga pihak lain. Seorang dokter ketika ia akan melakukan tindakan akan dilengkapi dengan yang namanya ‘informed consent’. “Informed consent’ ini mengandung dua kemungkinan, pasien menolak tindakan tersebut atau menyetujuinya. Tentu sebelumnya dokter akan menjelaskan sedetail-detailnya mengapa tindakan itu perlu, dan bagaimana tindakan itu akan dilakukan, dan beserta resiko-resiko atau efek sampingnya. Bahkan jika tindakan di ruang operasi, di beberapa centre menyediakan CCTV sehingga keluarga bisa memonitor ketika tindakan itu dilakukan. Jika kuda menjadi ‘utama’ karena kencang larinya, maka dokter tersebut akan menjadi ‘utama’ ketika secara profesi-onal ia mengulang kesuksesan-kesuksesan sesuai yang diperjanjikan dalam proses ‘informed consent- informed consent’ itu. Pada suatu tindakan yang beresiko tetapi harus dilakukan, maka dokter juga wajib menyampaikan besarnya resiko tindakan dibanding jika tidak dilakukan tindakan. Tidak menyampaikan resiko tindakan secara jelas atau juga prognosisnya demi ‘informed consent’ ‘mulus’ disetujui pasien adalah juga salah satu bentuk malpraktek sendiri.
Dalam politik tentu sangat jauh realitasnya jika dibanding dengan dunia medis di atas. Terutama dalam proses menuju ‘ditandatangani-informed-consent’ dalam pemilihan, misalnya. Yang itu berarti dicoblosnya salah satu kandidat. Tetapi bagaimana-pun itu tidak menyingkirkan hal esensi dari pemilihan dalam demokrasi, yaitu hal persetujuan. ‘Manufacturing consent’ adalah bermacam upaya ‘mlipir’ sehingga tercapailah sebuah ‘persetujuan-politik’ dalam coblosan. ‘Mlipir’ itulah yang kemudian bisa dikatakan sebagai propaganda atau bermacam istilahnya. Memang kita bisa begitu dongkolnya dengan bentuk propaganda-propaganda yang ndèk-ndèk-an, yang rendahan, dan bahkan ada yang kemudian bisa berujung pada saling melapor. Bisa saja misalnya, ‘mlipir’-nya itu dengan bercerita soal A, C, sampai Z, dan akhirnya sebagian khalayak tanpa disadarinya sudah terarah untuk setuju memilih opsi A seperti yang ditawarkan oleh kandidat X, misalnya. Bisa juga karena dana melimpah, dibuatkanlah sebuah film untuk membangun background atau 'rasa' tertentu. Tentu ada counter dan bentuk persaingan lain. Atau bahkan muncul gejala kemuakan massal. Tetapi apapun itu, pada hari coblosan maka haruslah tetap dipandang, itulah bentuk persetujuan. Dan yang lebih banyak mendapatkan persetujuan, itulah yang menang dalam pemilihan. Persetujuan dalam hal apa? Dalam hal antara pemilih dan si-terpilih, dengan jembatan persetujuan adalah apa yang diperjanjikan oleh calon sebelum terpilih.
Tentu ada pendapat bahwa merebut kekuasaan itu berbeda dengan melaksanakan kekuasaan. Merebut hëgemonia itu berbeda dengan melaksanakan arche.[iii] Satu hal yang tidak boleh sekalipun lolos dari perhatian kita. Misalnya, archë yang sangat lekat dengan hal hirarki itu maka dia tidak akan segan menggunakan hirarki untuk menekan sana-sini, termasuk minta dukungan yang sebenarnya tidak etis dilakukan. Tidak etis? Ha...ha...ha, mereka yang sedang ‘merawat archë’ secara medioker itu tentu tertawa lebar jika diajak bicara soal etika. Maka, sama halnya juga dengan perhatian di atas, kita sebaiknya jangan pernah lolos dari perhatian hal terkait dengan esensi persetujuan ini –seperti sudah dibahas di depan. Mengapa? Karena inilah sebenarnya ada kesempatan ‘gerak-maju’ kita sebagai bangsa. Maju dari bagaimana kita mampu membangun sikap diantara ‘ketegangan’ apa-yang-senyatanya-terjadi dan dengan apa-yang-seharusnya-terjadi. Itulah juga gerak, itulah juga ruang bagi kita untuk gerak maju sebagai bangsa merdeka. Maka sebenarnya dari beberapa hal di atas, keutamaan (areté) dari si-terpilih dalam ranah demokrasi adalah bagaimana ia dengan sekuat daya berusaha untuk selalu melaksanakan janji-janji kampanyenya.
Dalam pandangan Platon, keutamaan itu tidak bisa lepas dari yang melaksanakannya, yaitu si-manusia itu sendiri. Dimana sebagai manusia ia tidak bisa lepas dari gerak dinamika rasio, kebanggaan diri, dan nafsu-nafsu yang bisa dianalogikan sebagai nafsu yang berasal dari perut ke bawah. Masing-masing dari ketiganya itu mempunyai ‘daya-pengendali’ sendiri-sendiri, tetapi pada rasio-lah bisa dikatakan sebagai ‘pengendali tertinggi’. Maka keutamaan dalam bermacam bentuknya, semestinya ia tidak akan lepas dari rasio atau pengetahuan. Bukan pengetahuan yang berhenti pada termanifestasikannya pada berbagai gelar akademik, tetapi pengetahuan yang diperoleh dari bermacam gerak pengalaman.
Keutamaan bukanlah juga hal yang bisa dipertukarkan atau ‘diperdagangkan’. Misal, saya sebagai si-terpilih ingin mewujudkan janji-janji kampanye demi terpilihnya pada periode ke-dua. Bukan seperti itu, dan bukan karena itu maka disebut sebagai keutamaan (areté), tetapi adalah mirip dengan tingkat perkembangan moral dari Lewrence Kohlberg yang terakhir, melakukan itu karena pada dirinya sendiri adalah baik adanya. Tentu disitu ia akan menuai reputasi misalnya, atau kepercayaan lagi untuk memimpin, tetapi bukan itu tujuannya. Dalam bahasa sederhana: tulus. Maka, pilihlah pemimpin yang tulus, dan bukannya yang suka nggedebus.[iv] Apalagi pemimpin boneka, jangan sampai tertipu pilih pemimpin model seperti ini sebab 'keutamaan' sebuah boneka adalah 'memuaskan tuannya', dan jelas bukan pada pemilih. *** (09-02-2019)
[i] A. Setyo Wibowo, Areté: Hidup Sukses Menurut Platon, Penerbit Kanisius, 2010, hlm. 87
[ii] Ibid
[iii] Lihat juga: https://www.pergerakankebangsaan.com/034-Dari-Hegemonia-ke-Arche/
[iv] Nggedebus = omong kosong
Platon