10-10-2022
Ayn Rand (1905-1982), the goddes of the (free) market, menulis hal menggelitik: “So you think that money is the root of all evil. Have you ever asked what is the root of all money?”
Di tangan yang paham seluk-beluk FIFA misalnya, akan paham bahwa dalam sejarahnya yang duduk di kepengurusan FIFA itu bukanlah dewa-dewi yang tidak akan tergoda akan uang.[1] Atau yang lebih ‘kecil’, kompetisi Serie A di ‘tanah kelahiran mafia’ itupun pernah menorehkan sejarah gelap bagaimana kekuatan uang bisa memainkan skor, misalnya. Bukan sepakbola gajah memang, tetapi esensinya samalah. Yang pernah terlibat dalam pernak-pernik Serie A pastilah paham soal itu. Atau bagaimana yang sering disebut sebagai underground economy –terutama yang illegal, itu mampu membiayai bermacam ‘operasi’, di bermacam ranah kehidupan? Berapa besar underground economy itu? Fantastis! Yang terkuak hampir telanjang akhir-akhir ini baru sebagian saja, judi on-line itu, dan itu saja sudah melibatkan putaran uang ratusan triliun per tahunnya. Belum soal perdagangan satwa langka, illegal fishing, pembalakan hutan liar, dan masih banyaaak lagi.
Bagi Leo Strauss (1899-1973), ‘economism is Machiavellianism come of age’ –Machiavelli yang menua. Atau dalam istilah B. Herry Priyono, Machiavelli menumpuk harta. Dalam pandangan Leo Strauss apa yang ‘diajarkan’ oleh Machiavelli sebenarnya bukanlah ‘kegelapan’. Tetapi Machiavelli menyajikan bermacam ‘kegelapan’ itu justru supaya kita bisa menghadapinya, paling tidak, katakanlah, ‘mengelola’-nya sehingga tidak kemudian menghancurkan hidup bersama. Kuasa bukanlah sihir di luar jangkauan manusia, tetapi pernak-perniknya tetaplah bisa dipahami.
Bahkan ketika uang diperdagangkan, bukan dalam uang-barang/jasa-uang, uang tetaplah mesti dihayati sebagai, katakanlah, seperti kita menghayati sebuah warna. Warna yang baru bisa kita hayati ketika ia menempel pada kursi, pintu, sepeda, atau lainnya. Meski kita bisa menjabarkan misalnya, warna merah itu panjang gelombangnya sekian, atau jika dicampur dengan warna A maka akan jadi warna B. Ketika dunia binatang mengenal uang, dan ada selembar uang tiba di Galapagos dibawa arus ombak samudera, akankah uang itu akan ada artinya bagi binatang-binatang di sana yang sudah terisolasi selama berabad-abad? Ayn Rand menggambarkan uang tidak hanya sekedar alat tukar saja, tetapi sungguh erat terkait dengan produktifitas. “Money is made—before it can be looted or mooched—made by the effort of every honest man, each to the extent of his ability,” demikian Ayn Rand menegaskan. Selain sebagai alat tukar dan tidak terpisahkan dengan soal produktifitas, uang juga bisa sebagai tabungan, dan dengan itu kita bisa mengatur pengeluaran atau konsumsi di masa depan. Tetapi bagaimana jika uang ternyata ada di pusaran ‘economism is Machiavellianism come of age’ seperti disinyalir oleh Leo Strauss di atas? Bagaimana jika ia kemudian juga terlibat dalam ‘produksi kuasa’? Atau jika memakai sudut pandang Leo Strauss tentang Machiavelli, maka menjadi penting untuk meraba ‘ruang-ruang gelap’ dalam dinamika ekonomi, yang mestinya itu juga bisa dipahami. Bukan sekedar ‘insting’ atau gejolak hasrat tak tertahankan, misalnya. Atau coba kita renungkan lagi salah satu pendapat Ayn Rand, the goddes of the market itu, masih terkait dengan uang: “But you say that money is made by the strong at the expense of the weak? What strength do you mean? It is not the strength of guns or muscles. Wealth is the product of man’s capacity to think. Then is money made by the man who invents a motor at the expense of those who did not invent it? Is money made by the intelligent at the expense of the fools? By the able at the expense of the incompetent? By the ambitious at the expense of the lazy?” Apa kira-kira pendapat Ayn Rand jika hidup di republik sekitar 8-10 tahun terakhir ini? *** (10-10-2022)
[1] https://www.pergerakankebang
saan.com/1007-Blatter-Platini-cleared-of-corruption-at-FIFA-trial/