16 - 3 - 2018
Menjelang usia enampuluh tahun, Barbie masihlah sosok awet muda. Tiga tahun sebelum Barbie dilahirkan di AS -saat liburan di Jerman pada tahun 1956, Ruth Handler membeli boneka bagi putrinya, Barbara –asal nama Barbie. Ruth membeli tiga boneka, dan dua boneka sisanya diberikan pada suaminya untuk diotak-atik bersama tim perusahaan. Dan akhirnya, jadilah Barbie. Suaminya, Elliot, adalah salah satu pendiri perusahaan mainan di AS, Mattel.
Boneka dari Jerman itu –dikenal sebagai boneka Lilli, adalah boneka dengan bentuk tubuh dewasa dimana produk mainan semacam itu belum ada di AS saat itu. Sebenarnya -di Jerman, boneka Lilli ditujukan untuk pasar orang dewasa, tetapi anak-anak akhirnya juga menyukai terutama pada otak-atik ganti pakaian yang dijual secara terpisah.
Dalam sejarah periklanan, Barbie adalah salah satu pioneer produk mainan dalam hal penggunaan media televisi secara ekstensif untuk memasarkan produk. Dan hasilnya adalah, mega-sukses.[i]
Di belahan dunia lain, kesuksesan Barbie ternyata menggelitik ide nakal. Mengapa tidak dicoba di ranah politik dimana sebagian besar rakyatnya, seperti digambarkan oleh seorang penyanyi folk: [hanya] mimpi yang terbeli[ii]? Ide semakin liar. Bagaimana jika dilengkapi dengan mobil-mobilan? Toh mempunyai mobil bagi bagian besar rakyat di belahan dunia lain itu masih terbeli hanya dalam mimpi.
Sama dengan strategi pemasaran awal dari versi Barbie asli, rencananya akan digunakan media televisi secara ekstensif habis-habisan. Bahkan juga media cetak dan elektronik. Investasi yang jelas tidak main-main. Seperti Barbie dalam hal kemampuan gonta-ganti pakaian, maka disediakanlah juga macam-macam pakaian. Pakaian kebesaran laksana raja-kaisar, lengkap dengan miniatur kuda dan kereta kencana disediakan secara terpisah. Karena raja semestinya akan dielu-elukan, maka miniatur-miniatur kerumunanpun juga disediakan. Tak lupa hadiah bingkisan mini yang akan dilempar-lempar dari dalam kereta kencana ke kerumunan oleh sang raja. Hanya raja yang boleh lempar-lempar hadiah ke rakyat. Berulang-ulangnya cerita Ratu Adil dikebanyakan rakyat di belahan dunia lain itulah yang menjadi alasan utama diproduksinya asesori-asesori kerajaan. Istilah tim kreatif: mengetuk pintu ketidak-sadaran kolektif rakyat kebanyakan.
Diproduksi pula pakaian-pakaian mini bernuansa agama. Pertimbangan tim kreatif: memenuhi segmen dagangan. Titik.
Tidak hanya asesori kerajaan dan agamis, tapi juga alat-alat olahraga mini disediakan pula. Ada busur panah lengkap dengan anak panahnya. Dan juga, sarung tinju! Alasan tim kreatif: karena bentuk tubuh boneka ‘sang-raja’ cenderung langsing-kurus, maka perlu tampilan macho melalui olah raga. Apalagi ini adalah boneka cowok, bukan cewek imut seperti Barbie doll.
Di ujung proses kreasi, terjadi perdebatan keras dalam tim kreatif. Salah satu anggota tim –sebut saja Totok, menolak keras bentuk mata yang cenderung seperti tatapan kosong. Apalagi jika kepala -yang di dalamnya ada mekanik pegas-spiralnya, digerak-gerakkan: maka kesan plonga-plongo-pun tak terhindarkan. Bagi Totok, tatapan kosong dan plonga-plongo itu sama sekali tidak memberikan contoh baik bagi orang kebanyakan –terutama anak-anak. Tapi bagi anggota tim lainnya: EGP, emang gue pikirin. Kenapa? Karena ini adalah masalah segmen pasar, dan lebih dari itu: keuntungan, profit –baik secara finansial maupun politik.
Totok akhirnya memilih keluar dari tim, dan menawarkan gagasan ‘mBarbie’ di bidang politik kepada sekelompok orang yang sedang mempersiapkan diri mendirikan partai politik. Maka jadilah sebuah miniatur partai, dimana sebagian besar boneka pengurus partai haruslah good looking. Dan yang tidak bisa ditawar, ketua partai dan petugas partai urusan tampil ke publik haruslah ‘mBarbie’ abis. Harus lebih dekat kepada imut-nya Barbie versi asli, dan bukannya pada ‘versi Mukidi’. *** (9 Maret 2018)
[i] Cerita tentang Barbie diolah dari https://en.wikipedia.org/wiki/Barbie
[ii] Iwan Fals, Mimpi Yang Terbeli, dalam album ‘1910’, 1988
“