www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

13-09-2022

Kebocoran data publik seperti terberitakan akhir-akhir ini, tentu membuat banyak pihak prihatin. Dan itu bukan masalah kecil di era Revolusi Informasi ini. Terlebih lagi itu sebenarnya merupakan puncak gunung es dari gagalnya negara dalam memberikan rasa aman pada warga-negaranya. Ketika kepala negara dan kepala pemerintahan menjadi satu, maka soal hukum bisa menjadi sangat penting. Apalagi sudah ditandaskan dalam UUD 1945, negara berdasarkan hukum. Hukum kemudian seolah menjadi ‘langit-langit suci’ ketika hidup bersama akan selalu akrab dengan riak-gelombang di sana-sini. Bermacam kerjasama dan benturan, bermacam kesepakatan dan ketidak-sepakatan, bermacam persaingan dan seterusnya, bermacam kerja keras dan banting tulang, bahkan juga bermacam kelicinan dan kelicikan akan selalu lekat dalam ‘samudera kontradiksi’ yang diarungi oleh warga-negara. Belum lagi misalnya, berita-berita soal ‘investasi bodong’, ‘investasi abal-abal’, atau skema Ponzi yang ujung-ujungnya akan ambruk itu, kemana saja OJK? Kasus-kasus seperti ini nampaknya juga tidak lepas bagaimana soal hukum ditekak-tekuk di sana-sini, atau ditafsirkan semau-aunya karena memang dibuat ada celah.

Maka memang soal kebocoran data publik itu adalah puncak gunung es. Lihat misal geger beberapa waktu ketika sekretaris MA menjadi buron untuk kasus gratifikasi. Dan tentu ini terkait soal kasus yang naik ke tingkat kasasi. Atau ketika salah satu hakim MK tersandung masalah etika. Juga ketika Ketua MK sendiri masuk dalam kubangan ‘konflik kepentingan’. Apa yang  dipertaruhkan ketika ‘langit-langit suci’ itu terhayati sudah sedemikian retaknya? Yang pertama-tama adalah soal kemajuan, soal memajukan horison melalui rute ‘kontradiksi’ menjadi terus-menerus dalam nuansa was-was. Rasa-rasanya menjadi terlalu sempit ‘ruang atau rute penyelamatan’-nya. Fakta potensial untuk mengalami ‘percepatan’ kemajuan itu perlahan meredup, dan kemajuan yang hanya sejengkal-demi-sejengkal itupun kemudian diglorifikasi seakan-akan sedang ‘melompat’, menelikung fakta-fakta potensial yang sebenarnya sungguh besar. Rute ‘kontradiksi’ itu hanya dinikmati oleh ‘kaum bangsawan’-nya saja, dalam sebuah kolam kecilnya. Sementara bagi khalayak kebanyakan, ‘kontradiksi’ sebagai penguak kemungkinan kemudian disempitkan hanya pada soal radikal-radikul, tak jauh dari ‘gaya’ jaman old. ‘Kontradiksi’ di jalur ‘dunia fantasi’. Bukan di dunia ‘basis material’ yang menyimpan kekayaan dari bermacam ‘posibilitas’ itu. Bermacam kemungkinan.

“Kontradiksi’ di jalur ‘dunia fantasi’ itu pada titik tertentu akan menemui batasnya juga, yaitu ketika semakin banyak yang menyadadri jurang menganga antara ‘dunia fantasi’ dan ‘fakta-fakta material’ yang berkembang. Ketika ‘kaum bangsawan’ yang sudah sungguh menikmati ‘kolam-kolam kecil’-nya itu tetap saja maunya status-quo, demi segala kenikmatan di tangan, maka jalan kekerasan-lah yang akan maju. Sejarah mengajarkan pada kita tentang hal itu. Rusak-rusakan. *** (13-09-2022)

Rute Penyelamatan (3)