www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

31-08-2022

Sekitar seminggu lalu, Paus Fransiskus menunjuk diantara para Uskup, 20 dari sekitar 5000-an Uskup itu diangkat menjadi Kardinal. Sehingga total jumlah Kardinal adalah 226. Para Kardinal inilah yang akan memilih Paus baru jika Paus Fransiskus meninggal, atau mengundurkan diri. Tetapi tidak semua Kardinal mempunyai ‘hak memilih’. Yang berusia di atas 80 tahun misalnya, sekitar dekade 1970-an diputuskan untuk tidak ikut memilih. Jika kita amati struktur Gereja Katolik ini ada beberapa hal menarik. Bandingkan dengan bagaimana Kaisar di jaman Romawi, yang pada satu masanya dipilih oleh para Konsul. Tetapi ada masalah terkait dengan ‘mekanisme Konsul’ dalam pemilihan Kaisar, yaitu ketika Kaisar sudah tua tetapi ia ingin terus melanggengkan kekuasaan melalui anak-anaknya. Dari hal inilah proses pembusukan rejim terjadi, yaitu dari  monarki menjadi tirani. Dan seakan ‘siklus rejim’-pun kemudian membayang.

Apa yang dibayangkan oleh Polybius 2000 tahun lalu, soal ‘rejim campuran’-pun sedikit banyak bisa dibayangkan pada struktur Gereja Katolik. Struktur ‘monarki’ dengan si-mono di puncak adalah Paus yang dipilih oleh para Kardinal yang mempunyai ‘hak pilih’. Sedangkan para 'aristokrat'-nya adalah para imam, bruder, dan suster. Terutama adalah para imam yang semua laki-laki itu. Si-‘yang terpilih’ karena ‘terbaik’. Lalu bagaimana dengan demokrasi? Di lapisan paling banyak, umat itu? Untung ada ‘metafora’ yang sedikit banyak mampu ‘menjinakkan’   gejolak-dinamika para umat itu, ‘domba’. Para ‘domba’ yang mestilah perlu kehadiran ‘gembala’-nya, katakanlah jajaran yang ada dalam hirarki itu, terutama para imam-nya. Tetapi soal demokrasi ini semakin lama juga semakin menggelitik di Gereja Katolik. Contoh buku suntingan AL. Andang L. Binawan, Yesuit dari Muntilan itu, “Demokratisasi Dalam Paroki, Mungkinkah?” (Kanisius, 2005). Dan juga soal ‘logika’ sebagai ‘komunitas basis’ itu, dimana soal ‘demokratisasi’ ini bisa mendapatkan ruang lebihnya. Apa yang disajikan di atas sedikit banyak menggambarkan apa  yang dimaksud Polybius –lahir 200 tahun sebelum Kristus, sebagai ‘rejim campuran’. Yaitu masing-masing rejim berjalan dengan ‘logika’-nya sendiri-sendiri, jadi tidak dicampur seperti ketika membuat adonan roti, misalnya.

Ataukah kita bisa membayangkan seorang Presiden yang dipilih oleh anggota-anggota Politbiro? Dengan struktur-struktur para pengurus partai di seluruh tingkatannya. Juga terkait dengan komune-komune-nya? Mengapa struktur yang mirip bisa bertahan hampir dua ribu tahun, sedang lainnya bisa ‘berantakan’ di tengah jalan? Apakah Carl Schmitt benar –seabad lalu, ketika ia mengatakan bahwa konsep negara-bangsa modern itu merupakan sekularisasi dari konsep-konsep teologi? *** (31-08-2022)

Dark Empire (1)