www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

23-07-2022

*Surat Ketetapan Rakyat Jawa Tengah*

*Perihal: Penghargaan Kepada Ganjar Pranowo sebagai Gubernur Perusak Lingkungan*

Kami, rakyat Jawa Tengah, melalui surat ini memberikan pengharagaan sebagai Gubernur Perusak Lingkungan kepada Ganjar Pranowo (GP)[1]

***

Biasanya ketika ada power maka akan ada counter-power. Bayangkan jika tidak ada counter-power, bisa ugal-ugalan, bisa rusak-rusakan. Bahkan untuk menetapkan sebagai seorang santo atau santa di Gereja Katolik-pun diperlukan adanya ‘advocatus diaboli’. Itu semua karena kita adalah manusia dengan segala hasratnya. Dengan hasrat dominan, menurut Nietzsche, adalah hasrat akan kuasa. Bahkan di masa kekaisaran, misal kekaisaran Romawi jaman doeloe, ada istilah yang lebih diperuntukkan bagi ‘yang banyak’: roti dan sirkus. Bisa dibayangkan di belakang itu adalah soal power dan counter-powernya. Maka bisa kita bayangkan pula salah satu ‘kesibukan’ dari yang sedang berkuasa, mengendalikan ‘yang banyak’. Karena bagaimanapun juga, faktanya yang mempunyai kesempatan mengelola kuasa itu pastilah jumlahnya akan jauh lebih sedikit dari yang di luar lingkaran kuasa. Dan salah satu ‘jembatan’ antara power dan counter-power itu adalah soal ‘legitimasi’. Yang berayun-ayun terus di power, counter-power, atau diantara keduanya.

Pada masanya, legitimasi itu berasal dari semesta yang kemudian menemukan ‘perwakilan’-nya pada sosok manusia. Ada juga yang meyakini bahwa itu tidak hanya dari semesta, tetapi bahkan dari si-pencipta semesta komplit dengan segala isinya. Ada juga yang kemudian meyakini bahwa legitimasi itu tidak lain adalah berasal dari dinamika manusia sendiri. Tetapi apa itu legitimasi, dan mengapa manusia melahirkan hal semacam itu? Apakah itu akan lebih mudah dihayati jika ditempatkan dalam ketegangan antara ‘chaos’ dan ‘cosmos’? Antara "orderless confusion"[2] dan "the universe as an embodiment of order and harmony."[3]? Atau jika kita kembali pada soal power dan counter-power, apa yang terjadi jika power yang dominan adalah ‘kekuatan kekerasan’ seperti dinampakkan pada era Revolusi Pertanian? Dan jika kemudian karena Revolusi Industri, kekuatan dominan adalah ‘kekuatan uang’? Karena Revolusi Informasi, terjadilah power-shift, menurut Alvin Toffler: dominan pada ‘kekuatan pengetahuan’. Bagaimana counter-power juga kemudian berkembang?

Tetapi mengapa ‘yang banyak’ itu bisa terhayati sebagai ‘power’ yang kemudian menyita banyak kesibukan bagi yang sedang pegang ‘otoritas’? Dalam penghayatan Yunani Kuno, ‘power’ dibedakan antara ‘kratos’, dalam hal ini ia yang mempunyai otoritas untuk melakukan sesuatu, dengan ‘dunamis’. Juga berbeda antara ‘hegemonia’ dan ‘kratos’. ‘Dunamis’ bisa dipahami sebagai sebuah ‘gaya’ dalam ilmu fisika. Jadi meski ‘yang banyak’ itu tidak pegang otoritas, tidak ada di ranah ‘kratos’, tetaplah ia punya ‘power’ dalam arti ‘dunamis’ ini. Menurut Richard Ned Lebow, “archē is founded on kratos (material capabilities) and, of necessity, sustains itself through dunamis (displays of power)”.[4] ‘Gaya’ dalam ilmu fisika itu kemudian ‘dinampak-nampakkan’ sebagai salah satu upaya ‘perawatan’ power-nya, ‘archē’-nya. Salah satu misalnya, ‘kocok-ulang’ kabinet itu bisa juga dimaksudkan sebagai ‘tontonan’ dunamis ini, sebagai displays of power. Yang sebenarnya adalah untuk ‘merawat archē’ di tangan. Atau kita bayangkan, bagaimana jika ‘kekuatan dari pencipta Alam Semesta’ itu tidak pernah hadir dalam bermacam bentuk ‘displays of power’ dalam bermacam ritual? Dalam bermacam upacara? Atau dalam bermacam kesaksian? Macam-macam. *** (23-07-2022)

 

[1] https://twitter.com/Wadas_Mela

wan/status/1550260128854581249?cxt=HHwWgoChnfTX0IMrAAAA

[2] https://www.etymonline.com/search?q=chaos

[3] https://www.etymonline.com/search?q=cosmos

[4] Richard Ned Lebow, The Power of Perssuassion, dalam Felix Berenskoetter, MJ. Williams, Power in World Politics, Routledge, 2007, hlm. 125

 

Tiga 'Pertempuran' (2)