www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

15-07-2022

Apapun itu, massa adalah salah satu bentuk power, dan dimana ada power maka dimungkinkan pula hadirnya counter-power. ‘Predator massa’-pun bisa ada di sisi power maupun counter-power-nya. Sejak bahasa berkembang, tiba-tiba saja manusia kemudian masuk dalam dunia animal symbolicum. Jika mengikuti Karl Popper, katakanlah, tiba-tiba saja ‘dunia ketiga’ itu juga terbentuk.[1] Dan tentunya juga berkembang pula, ‘dunia kedua’-nya. Maka para ‘predator massa’-pun akan ‘bermain’ baik di ‘dunia-1’, ‘’dunia-2’, maupun di ‘dunia-3’.

Coba kita bayangkan di tengah-tengah panasnya pemilihan umum, tiba-tiba menyeruak isu ada 1 kontainer penuh surat suara palsu yang siap-edar. Latar belakang soal kecurangan sudah pagi-pagi menerobos ke permukaan, sehingga isu soal kontainer itupun menjadi sangat ‘seksi’. Kecurigaan akan adanya kecuranganpun menjadi semakin membesar. Apa yang akan diperbuat oleh pihak yang curang, dan kebetulan ia sedang pegang kuasa, dan jika memang soal kontainer penuh dengan surat palsu itu benar adanya? Dari pihaknya tidaklah cukup mengatakan bahwa itu hanya kecurigaan tak berdasar. Pihak sono, bahkan khalayak kebanyakan-pun bisa-bisa langsung tidak percaya, dan bahkan pula kecurigaan akan kecurangan semakin besar. Machiavelli dalam Sang Penguasa menuliskan: “Kalau mempunyai kesempatan, raja yang bijaksana akan secara licik membangkitkan orang-orang melawan dirinya sehingga dengan menumpas perlawanan tersebut kedudukan dan pengaruhnya akan menjadi semakin kuat.”[2] Bagaimana ‘pemecahan masalah’ di atas jika berangkat dari ‘tesis’ Machiavelli ini? ‘Menumpas’ bermacam ‘simbol kecurangan’ yang masih ngendon dan bahkan wira-wiri di ‘dunia ketiga’ popperian itu? ‘Bermain’ di ‘dunia kesatu’ dengan langsung laras panjang diacungkan jelas itu hanyalah pilihan terakhir saja. Maka salah satunya adalah dipaksa untuk ‘ejakulasi-dini’ di ‘dunia ketiga’ itu. Misal dengan mengaktifkan ‘jaringan’ yang ada di pihak sono untuk membuat tuduhan soal itu, soal kontainer berisi surat suara palsu itu, dan kemudian ‘dibanting’ dengan dinampakkan bahwa kontainer yang dituduhkan itu ternyata tidak berisi surat suara palsu. Dan, selesailah di ‘dunia ketiga’-nya. Tetapi tidak di ‘dunia kesatu’, karena di ‘dunia kesatu’ tetap saja kontainer yang berisi surat suara palsu itu melanjutkan perjalanannya. Sesuai rencana semula. Mungkinkah ini terjadi di ‘dunia nyata’, tidak sekedar contoh saja?

Atau misalnya kita berandai-andai, soal ‘teori domino’ itu. Syahdan di negeri seberang massa bergerak dan menunjukkan power-nya, dan dari berita ternyata berhasil memaksa pemimpin yang ugal-ugalan itu mundur dari jabatannya. Ini akan memberikan kekhawatiran tersendiri, bagi negara dekatnya yang kondisinya tak jauh berbeda. Juga pemimpinnya sama-sama ugal-ugalannya. Utang misalnya, sama sekali jauh dari sikap prudence. Maka salah satu upaya untuk menghindari jatuhnya jabatan adalah melepas para ‘predator massa’ itu, untuk ‘bermain’ bahkan sebelum massa ‘terbentuk’. Salah satu yang ditengarai Manuel Castells di era Revolusi Informasi ini adalah dominannya ‘politik skandal’. Dan salah satu yang berkembang dalam ‘politik skandal’ ini adalah ‘pembunuhan karakter’. Salah satu ‘pembunuhan karakter’ yang efektif adalah dinamika ‘angkat-banting’ itu, atau katakanlah seperti disebut di atas, tak jauh-jauh amat dari ‘ejakulasi dini’-nya Machiavelli. “Aku akan kerahkan jutaan massa,” demikian satu imajinasi di lempar ke ‘dunia-ketiga’. Bagaimana jika itu ternyata hanyalah ‘gelembung’ yang tiba-tiba ‘meletus’ tanpa isi? Seakan mengalami ejakulasi tapi hampir tanpa kenikmatan? *** (15-07-2022)

 

[1] https://www.pergerakankebang

saan.com/877-Para-Predator-Massa-1/

[2] Niccolo Machiavelli, Sang Penguasa, hlm. 88-89

Para 'Predator Massa' (4)