www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

05-07-2022

Jangan percaya bahwa berpolitik tanpa etika itu adalah sejatinya bagian dari real-politik. Jangan percaya bahwa berpolitik tanpa kehormatan itu adalah sejatinya bagian dari real-politik. Kehormatan, etika jelas juga bisa menjadi bagian lekat dari real-politik. Bukan mimpi di siang bolong. Demikian juga soal tipu-tipu itu. Soal bohong, benar juga ia bisa merupakan bagian dari real-politik juga. Real-politik pada dasarnya adalah berurusan dengan hal yang masih bisa dicapai. Dibalik ‘hal yang masih bisa dicapai’ itu adalah politik menjadi ‘real’ karena paham akan batas-batasnya.

Bayangkan jika seorang berangkat dengan segala puja-puji ingin mendamaikan dua negara yang berseteru. Tetapi ia sendiri bertahun sudah terlalu biasa meminggirkan kehormatan, bahkan sudah menguburnya. Sudah tak tahu batas lagi soal tipu-tipu. Bagaimana ia bisa mendamaikan jika tidak bisa menjaga kehormatan ke dua belah pihak? Dalam batas-batas tertentu, saat itu bisa-bisa masalah kehormatan sudah menjadi hal sangat penting bagi ke dua belah pihak. Real-politik akan bilang, datanglah dengan terhormat, dan jaga kehormatan itu.

Jika real-politik itu merupakan hal yang masih bisa dicapai, ideal-politik tentu bisa terhayati sebaliknya. Tetapi apakah kemudian tidak ada gunanya bicara ideal-politik? Bagi real-politik, ideal-politik justru bisa-bisa menjadi salah satu alat ampuh dalam tipu-tipu. Tetapi bagi sementara pihak, ideal-politik sebenarnya bisa berfungsi ‘menegur’. Atau mengingatkan batas-batas real-politik semestinya ditempatkan. Katakanlah seperti ‘hati nurani’ yang bisa-bisa akan mengusik saat kita membuat bermacam keputusan. Orang yang sudah terlalu biasa tidak mendengar ‘hati nurani’ ia bisa berubah menjadi begitu kejamnya, misalnya. Bahkan bagi sementara pihak, ideal-politik-pun bisa berubah menjadi real-politik, ketika real-politik itu sudah terhayati sebagai tak-tahu batas lagi. Contoh paling telanjang adalah soal people power itu.

Tetapi mengapa tiba-tiba saja ‘sibuk’ bicara soal real-politik dan ideal-politik itu? Bukankah itu adalah sebuah ‘teori’ belaka? Coba kita lihat pendapat Abraham J. Heschel, seorang rabbi Yahudi dan juga seorang filsuf , yang mengatakan dalam Who Is Man? (1965) bahwa teori tentang bintang tidak akan merubah esensi dari bintang tersebut, tetapi teori tentang manusia bisa akan menentukan keberadaannya. Bagaimana real-politik misalnya, akan dihayati oleh para pollsterRp? Mungkin dengan ‘teori’-nya tentang real-politik ia akan dengan enteng-enteng saja menelikung bermacam kaidah survei, kaidah statistik, demi segepok uang misalnya. Mengapa harus ber-etika? Mengapa harus ber-kehormatan? Tidak penting itu bro ... This is ‘real-politik’ bro ..., demikian mungkin kotbah hariannya. Kita tentu tidak bisa melarang para pollsterRp berkotbah seperti itu, bahkan jika itu sampah sekalipun.

Atau mungkin kita kembali pada penghayatan kebanyakan khalayak soal kuasa yang menjadi urusan utama politik itu? Mungkinkah itu lebih soal: mencari perlindungan. Dan karena bahasa-lah perlahan ‘tempat berlindung’ itu menjadi bermacam bentuknya. Ancaman kemudian menjadi ‘berjarak’ sehingga dimungkinkan dalam membangun respon bisa mendapatkan ruang dan waktu yang cukup luas. Dan melalui bahasa jugalah bermacam respon itu kemudian bisa dioperasionalkan. Tetapi melalui bahasa jugalah dapat dibangun sebuah tempat perlindungan ‘seolah-olah’. Contoh jaman old, bagaimana pemilihan umum itu sering didendangkan sebagai ‘pesta demokrasi’. Atau dilahirkan istilah ‘kesayangan’, oknum. Dan masih banyak lagi. Atau di jaman now, ‘keputusan politik’ untuk bicara grothal-grathul dalam bahasa asing jangan-jangan hanya ingin menggiring penghayatan bahasa menjadi soal ‘teknis’ saja. Tentu soal pernak-pernik EYD misalnya, adalah penting juga. Tetapi soal bahasa itu pada dasarnya adalah soal know how, lebih dari sekedar know that. Membuat anak berani bicara, itulah sebenarnya ‘pendidikan bahasa’ di pendidikan dasar. Di sembilan tahun pendidikan formalnya. Dan bahkan juga di tahun-tahun sebelumnya di ruang-ruang keluarga. *** (05-07-2022)

Dari 'Real-politik' ke 'Real-Rusak-rusak-an' (4)