www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

25-06-2022

Judul terdiri dari empat kata, dan tiga kata diantaranya adalah serapan bahasa asing: reformasi, agenda, dan politik. Agenda dari asal katanya berarti “matters of practice”, sebagai lawan dari credenda, “things to be believe, matters of faith.”[1] Maka ‘agenda politik’ dalam judul adalah soal mempraktekkan reformasi melalui rute politik. Bukan sekedar slogan penuh romantisme belaka, bukan sekedar ‘credenda’. Tetapi apa itu politik? Apakah coblosan dengan segala pernak-perniknya itu adalah politik? Atau kalau kita lanjutkan pertanyaannya, apa yang membuat sehingga politik itu ada?

Ada yang mengatakan, adanya ekonomi itu karena ada pembedaan soal untung-rugi. Menurut Carl Schmitt -sekitar se-abad lalu, politik menjadi ada karena ada pembedaan lawan dan kawan. Tentu ini hanya salah satu pendapat soal ‘yang politik’ (the political) itu. Tetapi nampaknya ini yang ‘paling mudah’ sebagai pintu masuk membantu penghayatan soal politik. Minimal untuk selalu menemukan pijakan kokoh dalam memperjuangkan sesuatu, sebelum menghayati dimensi atau pendapat lain soal ‘yang politik’ itu. Maka, ‘reformasi sebagai agenda politik’ adalah berusaha menghayati politik dengan melihat secara gamblang siapa-siapa lawan dan kawan dari pemberantasan KKN, siapa lawan dan kawan dalam pengembangan demokrasi, dan siapa kawan dan lawan dari penegakan HAM. Siapa yang paling ‘radikal’ dalam ke-tiga hal itu adalah kawan, sedang yang lips service doang, maka ia adalah lawan.

Jika dilihat lebih lanjut soal apa-apa yang mau diperjuangkan hampir seperempat abad lalu itu, segera nampak bahwa soal lawan-kawan ini tidaklah menyebut ‘radikal-radikul’ atau bahkan ‘kodran-kadrun’ itu. Soal, katakanlah, ‘politik identitas’’ yang berbasis agama. Memang, tidak selalu ‘politik identitas’ itu berbasis agama. Jika toh ‘politik identitas’ mau dipakai, maka itu adalah sebagai bangsa Indonesia yang sejak 1945 lalu itu bertekad untuk memerdekakan diri secara bersama. Identitas yang juga merupakan serapan bahasa asing, artinya tak jauh dari ‘idem’: sama. Dalam hal ini, mengapa tidak sama-sama sebagai satu bangsa? Masalah utama dari ‘politik identitas’ ini adalah ‘bablasannya’, kegilaannya. Chauvinisme misalnya. Atau kegilaan akan yang ‘asli-asli’ itu. Maka kita harus lebih hati-hati dalam ‘mengutuk’ politik identitas ini. Karena bagaimanapun, seperti diungkap oleh Amy Chua dalam Political Tribes (2019) :“Human are tribal. We need to belong to groups.”[2] Dilanjutkan oleh Chua, “But the tribal instinct is not just an instinct to belong. It is also an instinct to exclude.”[3] Bagaimanapun, identitas adalah salah satu ‘pupuk’ utama dari ke-tribalan itu. Suka atau tidak.

Ke-tribalan universal, katakanlah sebagai ‘umat manusia’ kiranya akan dipercepat dengan ditemukannya alien-cerdas minimal setaraf manusia. Atau juga ketika bumi mengalami ancaman menuju kematian, seperti sudah diperlihatkan oleh bermacam gejala kedaruratan iklim itu. Sebelum kedua-hal itu semakin nyata, maka ke-‘tribalan besar’ yang sudah terjadi di era modern ini, era ‘negara-bangsa’ kiranya bisa menjadi lebih efektif sebagai titik berangkatnya. Tentu dalam bayang-bayang ke-‘tribalan universal’. Atau kalau kita lihat ‘gerak kemajuan’-nya, soal ke-tribalan ini akan melibatkan juga bagaimana ‘horison dimajukan’. Bagaimana ‘horison keluarga’ dimajukan menjadi ‘horison suku’ misalnya, kemudian dimajukan menjadi ‘horison bangsa’. Atau ‘gerak maju’ lainnya. Maka jika mau ‘dipermasalahkan’, instinct to exclude-lah yang lebih perlu diperhatikan. Di ‘seberang jembatan emas’, sekitar 20 tahun lalu, instinct to exclude itu semestinya tertuju kepada yang melakukan KKN secara brutal, menelikung demokrasi secara brutal, dan juga yang menjauhkan penegakan HAM secara brutal. Dan itulah yang kemudian membedakan, siapa kawan dan siapa lawan. Salah mengelola instinct to exclude hanya akan memecah-belah saja. *** (25-06-2020)

 

[1] https://www.etymonline.com/

word/agenda

[2] Amy Chua, Political Tribes, Penguin Books, 2019, hlm. 1

[3] Ibid

Reformasi Sebagai Agenda Politik