www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

26-05-2022

Bagian 1

Liiik, congor putih Lik, jo laliii ...,”[1] demikian pria paruh baya mengayuh sepedanya di jalan desa –suatu tempat di Jawa Tengah, sebelum pemilihan umum 1999. Pagi-pagi sebelum coblosan. Mbak-nya yang berbadan besar itu, anggota KPUD Jawa Tengah ‘wakil’ dari Perguruan Tinggi menggambarkan sambil kedua tangan seakan sedang mengayuh sepeda. Itu juga setahun sebelum terbit Empire-nya Negri dan Hardt. Pria paruh baya itu begitu semangatnya, dan tidak dibayar, kata si-Mbak. Demikian juga posko-posko bermunculan di sana-sini, swadaya. Seakan gelombang itu sudah tak tertahankan lagi. Dan memang si-‘congor putih’ itupun menang pemilihan. Saat itu.

Empire-nya Negri dan Hardt itu pada dasarnya adalah –katakanlah, strategi-taktik ‘mereka-kaum-bangsawan’ dalam ‘manajemen ombak’, bagaimana ombak dari ‘yang banyak’ itu tidak menjadi gelombang besar seperti nampak di puncak gelombang: pria paruh baya seperti dicontohkan di atas, mengayuh sepeda tanpa dibayar.

Get on your bike,” demikian Norman Tebbit, Menteri Perindustrian-nya Thatcher periode 1 dalam upaya mendukung program neoliberalisme Margaret Thatcher, di sekitar 1980-an. ‘Jangan merengek ke pemerintah untuk menyediakan pekerjaan, ambil sepedamu dan cari itu pekerjaan’, begitu kira-kira awal-awal ‘ultra-minimal state’. Mungkin itulah yang dimaksud Thatcher, menggeser heart dan soul ‘hasil didikan’ bertahun-tahun welfare state pasca Perang Dunia II menjadi heart dan soul yang ‘kompatibel’ dengan program neolib-nya. Sama-sama naik sepedanya, satunya –katakanlah, ada di ‘bangunan atas’, sedang naik sepedanya Tebbit ada di ‘basis’. Dari bermacam bacaan dan fakta-fakta sejarah, masalahnya menjadi tidak sederhana lagi. Bisa tidak lagi sekedar sepeda dikayuh. *** (26-05-2022)

 

[1] “Liiik, congor putih Lik, jangan lupaaa ...”

Negara Dan Kewarasannya (4) Bag. 1