www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

16-03-2022

Perang di era media sosial ini rasa-rasanya bermacam kegilaan hadir di depan mata. Coba kita tunda dulu bermacam ‘teori’ penyebab perang Rusia-Ukraina, dan fokus pada gedung-gedung yang rusak berat, bahkan runtuh dihantam rudal. Dihantam mesiu berasal dari tank-tank. Dihantam peluru kendali dari pesawat tempur di langit. Juga pengungsi yang meninggalkan tidak hanya rumah dan harta, tetapi juga mimpi-mimpinya. Juga meninggalkan saudara-kenalannya yang harus mendahului dikubur di suatu tempat, karena terhantam peluru. Bermacam kegilaan dari yang sudah-sudah, korban selalu akan melebar kemana-mana.

Bermacam kegilaan karena sumber dari kegilaan adalah kegilaan hasrat. Kegilaan bersumber dari gejolak hasrat ‘di dada’, ‘di kepala’ dan ‘di perut ke bawah’, jika mengikuti pembedaan Platon. Lihat misalnya kegilaan seksual yang menyasar anak-anak tak berdosa, masih lugu. Atau kegilaan di sekitar spekulasi keuangan misalnya, orang-orang yang bahkan tidak pernah bersinggungan dengan ranah tersebut-pun ikut-ikutan kena dampaknya. Juga kegilaan akan harga diri, seperti perang Rusia-Ukraina ini. Atau banyak contoh lain di masa lalu. Kegilaan akan propaganda-pun bisa-bisa berujung pada ‘kejahatan logika’, dan jika diikuti terus ujungnya adalah juga ‘kejahatan hasrat’ yang bisa-bisa sampai berdarah-darah. Sama sebangun jika itu adalah kegilaan akan kebohongan. Kegilaan, karena seakan sudah seperti banality of evil -ditunjuk oleh Hannah Arendt sebagai biangnya tragedi kemanusiaan, holocaust di Perang Dunia II abad 20.

Tidak semua kebohongan akan terhayati sebagai si-evil memang -meski jelas menjengkelkan, bahkan ada istilah ‘kebohongan putih’ segala. Bohong dikit-dikit kadang kita temui dalam keseharian, dan secara individu maupun sosial, ada ‘mekanisme’-nya mengelola kebohongan seperti itu. Tanpa banyak kerusakannya, atau tanpa orang sekitar ikut menanggung akibatnya. Tidak penting mana yang lebih dulu, tetapi ketika kebohongan itu seakan sudah banal, maka kebohongan itu bisa-bisa terhayati sebagai si-evil, banality of evil. Dan ‘kejahatan logika’-pun sudah terbayang di depan mata. Terlebih jika kebohongan itu seakan juga sedang melaksanakan ‘tugas’ daya ungkitnya, masuk dunia legitimasi, dunia pembenaran. Itu bisa-bisa adalah rudal kebohongan, yang daya rusaknya bisa tidak kalah dengan rudal-rudal dari pesawat tempur. Maka ketika kebohongan seperti itu sudah dilempar, mempersiapkan hal terburuk adalah hal tidak boleh dilupakan. Sedia payung sebelum hujan, karena hal terburuk itu, sejarah menunjukkan, bisa perang atau layaknya sebuah perang. Berdarah-darah. *** (16-03-2022)

Rudal-rudal Kebohongan