www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

25-02-2022

Ketika tangan dibebaskan dari fungsi berjalannya, evolusi manusia mengalami percepatannya. Gerakan motorik halus yang semakin berkembang itu menurut penelitian akan memicu pula perkembangan otak. Motorik halus dalam perkembangan anak misalnya, ia mampu memungut sesuatu, mainan misalnya. Atau menarik retsliting bajunya, atau membuka pintu yang ada knob-nya. Memasukkan kancing baju. Atau memakai sendok makan, memakai baju, sepatu sendiri. Dan juga misalnya, menggambar, menulis. Motorik ‘kasar’ misal merangkak, berjalan.

Meski secara garis besar ada tahap-tahap perkembangan kemampuan motorik anak, tetapi bagaimanapun masing-masing anak akan berbeda satu sama lainnya. Maka ‘paradigma merdeka’ yang diusung kementrian pendidikan terkait kurikulum baru itu juga harus disikapi dengan hati-hati, terutama pada pendidikan dasar. Karena ‘bebas atau merdeka’ dalam inovasi pengajaran tetap akan berhadapan dengan bermacam perkembangan anak dan keunikan masing-masing anak. Pendidikan anak tentu akan sangat berbeda dengan pendidikan pada usia yang lebih dewasa. Tidak mudahnya pendidikan anak tidak hanya soal bagaimana penyelenggaraan pendidikan itu sendiri, tetapi juga ‘tuntutan’ orang tua yang kadang sering terdengar: “Di sana sudah diajarin ini dan itu ..., dst.” Maka pada dasarnya tidak hanya pengetahuan pendidik yang perlu ditingkatkan dalam pendidikan dasar, tetapi juga pengetahuan orang tua. Inilah juga peran strategis misal dalam Posyandu itu, salah satunya pendidikan pada orang tua mengenai segala sesuatu perkembangan anak, fisik, ketrampilan, maupun psikologisnya. Juga bermacam asupan gizi yang diperlukan dan bermacam pilihan dalam stimulasi.

Ketika petinggi kementrian pendidikan di Finlandia ditanya dalam sebuah wawancara apa kunci sukses pendidikan dasar di sana, dijawab: guru, guru, dan guru. Maka jumlah jam per tahunnya untuk bermacam upaya peningkatan kemampuan guru juga cukup banyak. Juga data-data pada guru-guru di Singapura. Maka ‘merdeka dalam pendidikan’ itu justru mensyaratkan adanya ‘pendidikan lanjutan’ bagi guru-gurunya, supaya ia justru tidak ‘salah tafsir’ dalam kebebasan inovasinya, misalnya. Terutama dalam, sekali lagi, pendidikan dasar. Karena ini juga sangat terkait dengan pondasi dasar bagi anak-per-anak, pondasi ketika ia mengarungi hidup selanjutnya. Hidup si-anak, bukan si-guru, atau si-menteri pendidikan.

Soal ‘periode emas’ pertumbuhan otak anak misalnya, yang akan mengalami percepatan pada umur-umur awal anak. Bahkan bisa dikatakan, setelah usia 6 tahun perkembangan akan mengalami perlambatannya. PAUD, pendidikan pra-sekolah, atau apapun namanya justru harus diselenggarakan dengan ‘hati-hati’. Jika kemudian jatuh pada upaya ‘pengkarbitan’ kemampuan-ketrampilan, justru ‘jalan salah’-lah yang akan ditempuh. Termasuk kemudian meninggalkan segala upaya peningkatan pengetahuan tentang perkembangan anak bagi orangtua yang di rumah. Kuncinya adalah asupan gizi dan stimulasi yang tepat, termasuk juga di sini adalah lingkungan sekitar. Dari dua hal ini saja kita sudah meraba bahwa tantangan lebih berat ada pada anak-anak yang lahir melalui keluarga miskin. Jadi Mas Mentri penggagas ‘pendidikan merdeka’, terkait dengan pendidikan dasar ini, what is to be done? *** (25-02-2022)

Motorik Halus