www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

27-01-2022

Bagi penggemar kopi tidak usahlah langsung marah, judul sekedar untuk ‘konsisten’ saja dengan apa yang menjadi titik tolak tulisan, yaitu sekitar ‘kode-kode kultural’-nya Rapaille Clotaire. Syahdan Clotaire disambangi oleh perusahaan besar yang salah satu produknya adalah kopi, dan ingin masuk pasar Jepang. Sebuah upaya yang sebenarnya sudah dilakukan sebelumnya tetapi sering gagal. Jepang yang sudah berabad-abad sebagai peminum teh itu ternyata sulit ditembus. Clotaire berangkat dari apa yang disebutnya sebagai ‘kode-kode kultural’: bagaimana mau memasarkan produk kopi jika bahkan kode kultural soal rasa kopi begitu tipisnya? Atau bahkan tidak ada?

Maka yang dilakukan oleh Clotaire adalah memasukkan rasa kopi dalam bermacam makanan seperti biskuit, permen, atau lainnya. Tidak langsung memasarkan produk kopinya. Dan ternyata Clotaire benar, setelah bertahun kemudian gerai kopi Starbuck-pun dengan cepat dapat membuka gerai kopinya di banyak kota-kota besar di Jepang. Tentu ‘nama besar’ Starbuck juga berpengaruh, tetapi sekali lagi bagaimana jika ‘kode kultural’ soal rasa kopi itu tidak ditebar dulu bertahun sebelumnya? Pengalaman sebelum langkah Clotaire itu sudah membuktikan kegagalannya. ‘Rasa kopi perpecahan’? Sudahkah ‘kode-kode kultural’ itu ditebar dalam bermacam bentuknya? Dan tinggal menunggu ‘nama besar’ seperti Starbuck itu: ‘balkanisasi’. misalnya? *** (27-01-2022)

"Rasa Kopi" Perpecahan

gallery/indonesia