www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

04-01-2022

Mengapa khalayak sering mudah ditipu? Karena adanya yang kita sebut sebagai harapan itu? Kata Krushchev, politisi sering menjanjikan akan membangun jembatan meski ia tahu tidak ada sungai di sana. Ataukah memang Machiavelli benar dengan menulis tentang mudahnya khalayak untuk ditipu, paling tidak dalam Sang Penguasa. Atau kalau kita ingat, bahkan Abraham Lincoln-pun seakan mengingatkan bahwa mungkin saja semua orang akan tertipu, pada suatu saat. Atau juga karena efek bandwagon itu? ‘Insting gerombolan’ yang sering nampak di pasar saham itu? Apapun itu bisa dikatakan khalayak memang rentan untuk ditipu. Makanya sebagian dari khalayak itu –diharapkan oleh banyak khalayak sebagai wakilnya, akan lebih mendalami ranah yang lekat dengan potensi tipu-tipu itu. Harapannya, ada yang berdiri di garis depan untuk menghadapi segala kelicikan tipu-tipu dalam politik. Yang katakanlah lebih ‘kebal’ terhadap bermacam ‘sirkus’ dan sajian ‘roti’-nya. Sayangnya memang, jika yang sedikit dan diharapkan itu juga malah ‘mempermainkan’ harapan, tidak hanya karena menjadi rakus ketika berhadapan dengan ‘roti’ tetapi juga bahkan ikut main ‘sirkus’. Tetapi apakah kemudian masalah terus berhenti di situ saja?

Ataukah sebaiknya kita juga mempermasalahkan: mengapa ada yang begitu mudah menipu (khalayak)? Bahkan seakan sudah seperti keranjingan saja? Bukannya kita mengingkari adanya potensi tipu-tipu dalam politik, tetapi mengapa ‘orang itu’ tidak mencari ‘lawan’ yang ‘sepadan’? Apa hebatnya menipu orang atau khalayak yang sebagian besarnya itu memang mudah ditipu? Jeniuskah yang jenis seperti ini? Atau sebenarnya itu menunjukkan kualitas diri yang levelnya adalah tingkat medioker? Level KW2, KW3, KW4? Dan tidak lebih dari itu?

Hal ini perlulah dilakukan untuk menghadapi argumentasi (atau pembenaran?): lha memang kondisinya seperti itu ... (khalayak) masih mudah, bahkan suka ditipu. Kalau mikirnya seperti itu maka pertanyaannya, kapan majunya? Lalu akan ditunjukkanlah cuplikan pertanyaan Machiavelli kepada Sang Pangeran: anda sedang merebut kuasa atau sedang berkuasa? Machiavelli nampaknya mau mengatakan bahwa soal merebut kuasa dan menggunakan kuasa itu bisa berbeda. Mungkin diam-diam kemudian muncul pertanyaan, mana yang akan menang, realisme politik atau idealisme politik? Apakah realitas kebanyakan khalayak yang mudah ditipu itu kemudian sebagai titik pijak untuk menipu terus-menerus? Tidak mudah memang menghadapi politisi jenis ini karena, katakanlah sebenarnya sudah putus bermacam uratnya. Dari urat malu sampai dengan ‘urat-urat’ lainnya. Menghalalkan segala cara. Apapun itu. Realisme politik di ujung jauhnya berkeyakinan bahwa politik memang tanpa etika. Tetapi kita juga bisa belajar dari pengalaman komunitas lainnya, yang sudah lebih maju dalam banyak halnya dibanding komunitas lain, ternyata tuh etika mempunyai peran besarnya. Empirik.

Soal etika ini sebenarnya tidak ‘hanya’ soal etika semata sebab etika tidak akan pernah bisa lepas dari penggunaan daya pikir, sekecil apapun. Maka ketika realisme politik itu dibawa ke ujung jauhnya: tanpa etika, ada yang juga sedang dikorbankan: ke-berpikir-an. Maka bayang-bayang ‘naziisme’-pun bisa mendekat pula. Bukan holocaust dengan korban kaum Yahudi di bagian awal abad 20 di Eropa sana, tetapi korbannya adalah: akal sehat. Pembunuhan akal sehat itu bahkan akan menjadi banal, banalisasi. Dan ‘Schutzstaffel digital’-pun tiada henti gentayangan di seratus tahun setelah SS-nya Nazi gentayangan di Eropa sana. Entah dalam bentuk buzzerRp, pollsterRP, atau sekitar-sekitarnya. Atau juga bermacam olah telik sandi.

Karena salah satu dimensi manusia adalah ‘binatang rasional’ maka pada satu titik tentulah akan terusik pula ketika akal sehat mengalami ‘pembunuhan’ berkali-kali. Bagaimana ini akan dihindarkan, atau mengulur sampai pada katakanlah, ‘fase stabilisasi rejim’-nya? Maka bisa-bisa yang dimunculkan adalah sebuah ‘pembenaran-pembenaran’. Selain juga tentu, seperti ditunjukkan oleh Paulo Freire: fanatisme. Dan memangnya Hitler juga tidak bermain-main di sekitar itu? Suram. *** (03-01-2022)

Mengapa Mudah Ditipu?