www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

18-09-2021

Seorang pemimpin terpilih di dunia yang kita kenal ini pastilah akan memilih juru bicara secara hati-hati. Sebab bagaimanapun ia –si juru bicara itu, sedikit banyak akan menggambarkan pula karakter kepemimpinannya. Juga pastilah saat memilih menteri-menterinya melalui hak prerogatifnya itu. Dimana menteri-menterinya akan menerjemahkan dalam eksekusi kongkret apa-apa yang sudah diperjanjikannya pada khalayak saat kampanye dulu. Janji-janji yang membuat ia dipilih oleh para pemilih. Kebijaksanaan seorang pemimpin hanya akan ditemui dalam praktek, bukan apa yang dikatakan. Tetapi meski begitu ‘kata’ tetaplah yang terpenting, karena dari kata-katanya itulah kita punya ‘tolok-ukur’ terhadap apa-apa yang sudah, sedang, dan akan dikerjakan atau dipraktekkan. Ungkapan ‘no action talk only’ bukan berarti terus mengubur soal ‘kata’, soal ‘talk’. Tentu dalam situasi tertentu bahkan satu katapun bisa tidak diperlukan. Jika kita lihat kebakaran yang masih kecil misalnya, ambillah ember isi air dan siramkan, barulah kita kemudian berkata-kata, minta tolong misalnya. Atau mengajak yang lain mencari ember dan air. Atau kemudian memanggil pemadam kebakaran.

Kebijaksanaan, prudence, bisa dikatakan sebagai ‘ibu’ dari semua keutamaan (virtue). Meski kebijaksanaan ini kadang sulit diraba dalam praktek, tetapi kita bisa meraba dari penampakan bermacam situasi, bermacam peristiwa, yang jika kita telusuri lebih dalam akan kita temui bagaimana sebenarnya soal kebijaksanaan ini sudah terlibat sedari awal-awalnya. Keutamaan memang bukanlah satu-satunya instansi dalam pembuatan keputusan, tetapi tanpa keutamaan keputusan bisa menjadi liar-se-liar-liarnya. Terlalu banyak contoh bagaimana konsekuensi-kegelapannya ketika dipimpin oleh yang jauh dari keutamaan. Sebaliknya juga banyak contoh bagaimana suatu komunitas bisa berkembang bersama ketika pemimpinnya mempunyai keutamaan yang kuat.

Tidak bijaksana artinya tidak prudence, tidak ada atau terlalu miskin keterlibatan nalar yang kuat dalam hal timbang-menimbang –‘grusa-grusu’ bahkan cenderung sok-sok-an gegayaan. Atau bahkan ‘ibu’ dari segala keutamaan itu sudah ditinggalkan. Tertutup bermacam ‘kegilaan’  yang membutakan. John Perkins dalam Confessions of an Economic Hit Man itu sebenarnya juga bicara soal retaknya keutamaan kebijaksanaan ini. Keretakan yang merupakan celah masuknya taktik-strateginya. Bola salju keretakan dengan segala akibatnya inilah yang sedang ditunggu-tunggu si-economic hit man. Pemimpin-pemimpin yang cenderung tidak prudence, tidak bijaksana akan menjadi makanan empuk orang-orang seperti economic hit man itu. Bahkan bisa juga: republic hit man. Atau lihat misalnya, dalam Perang Modern yang melibatkan infiltrasi, eksploitasi, politik adu domba, cuci otak, dan terakhir: penguasan/invasi itu, bukankah keutamaan kebijaksanaan dari seorang pemimpin, keutamaan prudence itu bisa menjadi benteng tangguh dalam menghadapi semua tahapan dalam Perang Modern itu? Lihat bagaimana infiltrasi, eksploitasi, politik adu domba, dan cuci otak itu telah menimbulkan rasa kegundahan besar di banyak pihak ketika geopolitik di sekitar semakin memanas. Perasaan bahwa republik akan menjadi tempat ‘perang-perang’-an antara dua kekuatan besar dunia-pun semakin merebak di banyak pihak. Dan ujungnya bisa-bisa adalah penguasaan/invasi yang akhir cerita adalah mirip dengan balkanisasi USSR itu. Dan jika ini terjadi, pangkalnya adalah tidak prudence-nya para pemimpin itu.

Ke-tidak-bijaksanaannya pemimpin bisa saja disembunyikan pada narasi-ngibul soal ‘lompatan’. ‘Lompatan’ sejarah, kadang jualan narasinya begitu. Tetapi bukankah ‘lompatan’ itu terjadi tidak di ruang kosong juga? Bahkan Big Bang-pun perlu waktu lama sehingga akhirnya terjadilah tumbukan maha-maha-maha dahsyat itu. Ada proses-proses molekuler yang panjang sehingga pada satu titik tertentu seakan itu terjadi sebuah ‘lompatan’. Atau katakanlah ‘lompatan’ yang dinampakkan oleh sebuah ‘pergeseran paradigma’, jelas dinamika yang terjadi tidak bisa dijelaskan hanya dengan mengatakan, tiba-tiba saja sudah bergeser tuh paradigmanya, instan-instan saja. Enggak gitulah. *** (18-09-2021)

Tidak Bijaksana