www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

29-07-2021

Bagi Jeffrey Winters, runtuhnya seorang diktator bukan berarti menghilangnya kaum oligark-nya. Bukan berarti runtuhnya kaum oligark-nya. Tetapi bagaimana jika ke-oligarkiannya itu lahir lebih karena aktifitas perburuan rente? Maka ketika sang-patron runtuh ia bisa-bisa seakan menjadi seorang ronin. Atau jika ronin itu terlalu tinggi, katakanlah mereka kemudian menjadi gerombolan minion.

Apa esensi aktifitas pemburuan rente itu? Menjilat kekuasaan! Menjilat untuk mendapatkan bermacam fasilitas yang biasanya itu akan juga menelikung bermacam hukum. Dan menjilat bukan hanya soal kesempatan, tetapi adalah juga perlindungan. Maka tidak mengherankan pula ketika aktifitas pemburuan rente ini menjadi begitu merebaknya di ‘dunia basis’, surga kaum penjilat-pun akan menjadi lebih mudah pula untuk dilahirkan. Adanya surga kaum penjilat ini pada akhirnya juga akan berkontribusi besar dalam membangun habitat bagi hidup-dinamika perburuan rente itu. Tetapi sekali lagi peringatan Marx perlu diperhatikan, ‘basis’-lah yang primer. Tentu soal adanya kaum penjilat ini sejak manusia mengenal adanya kuasa pastilah akan ada juga, tetapi ketika ‘basis’ juga kemudian lekat dengan aksi jilat-menjilat ini maka adanya kaum penjilat seakan di-booster saja. Bahkan bisa-bisa kemudian menemukan ‘surga’-nya sendiri.

Thomas Hobbes juga sudah menandaskan bahwa hasrat manusia akan kuasa itu tidak hanya soal kesempatan, tetapi juga soal perlindungan terhadap apa-apa yang sudah diperolehnya. Apa-apa yang sudah ditumpuknya. ‘Manchiavelli menumpuk harta’ -dengan segala konsekuensi bawaannya, demikian kira-kira gambaran jitu dari B. Herry Priyono SJ. bertahun lalu. Maka bagaimana jika sang-‘diktator idaman’ si-pelindung itu tak kunjung datang pula? Bahkan jika sudah dengan penuh keringat berusaha mewujudkannya? Tentu ini akan membuat gelisah para minion itu. Cardoso memperkenalkan istilah ‘pakta dominasi’ dalam memotret dinamika kapitalisme di sebuah negara. Menurutnya, kapitalisme-lah yang sebenarnya merupakan ‘pakta dominasi primer’ di banyak negara. Bagaimana jika yang berkembang justru ‘kapitalisme kroni’ yang kental dengan aktifitas perburuan rente itu?

Dari sudut lain, peristiwa 1998 adalah juga soal Politik Pintu Terbuka, dan itu yang ke-3 di republik. Ketika kapitalisme ‘ori’ merasa terhalang mobilitas modal-nya oleh kapitalisme kroni. Menjengkelkan! Atau dalam kata-kata si-ori, itu sudah tidak kompatibel lagi dengan gerak globalisasi. Maka super-minion-minion itupun belajar dari sejarah. Si super-lentur para pemburu rente yang sudah membangun ‘kerajaan oligarki’-nya itupun ternyata masih memerlukan si-‘super-tuan’ yang mampu melindungi dirinya. Ketika setting-background geopolitik global itu mengalami dinamika pergeseran yang semakin membesar potensinya, dan dorongan menggebu hasrat akan adanya perlindungan kuat dari si-super-tuan, itulah sadar atau tidak, muncullah frase yang sempat kontroversial itu: ‘ayah kandung’ tanpa melihat kanan-kiri lagi. Dan itulah mengapa soal surga kaum penjilat ini sudah bukan lagi berhenti pada soal menjijikkan atau apalah mau dikata, tetapi bisa-bisa sudah lebih pada soal: penguasaan. Soal kedaulatan. Sebuah konsekuensi yang cepat membesar ketika si-‘kuda hitam[1] menjadi begitu liarnya. Dan bahkan sais dan kuda-putih-pun seakan sudah terserap dalam gejolak hasrat-energi si-kuda hitam itu. Suram. *** (29-07-2021)

 

[1] Kuda hitam dalam Alegori Kereta Perang-nya Platon.

Surga Kaum Penjilat (2)

gallery/plato wings