www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

22-06-2021

No matter how many parties run against one another in election, and no matter who gets the most votes, a single party always wins. It is the Invisible Party of bureaucracy,” demikian ditulis Alvin Toffler dalam Power Shift (1990, hlm. 257). Ketika presiden masuk istana kepresidenan, atau gubernur, bupati-walikota, atau anggota DPR masuk Senayan, atau anggota Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, atau juga anggota KPU masuk kantor barunya, mereka segera akan disambut dengan ‘wajah-wajah cerah’ para birokrat. Para birokrat yang bahkan ketika anggota KPU itu misalnya, masih ada yang suka main game di waktu luangnya, ada dari mereka para birokrat itu sudah ada di sana untuk waktu yang lama. Jenjang karir mereka sehingga bisa ada di sekitar ‘orang-orang terpilih’ itu bisa sangat panjang. Maka jelas juga ketika sampai pada jenjang tersebut, apapun itu mereka juga ‘orang-orang terpilih’. Mereka adalah orang-orang trampil, dan jika pas ketemu ‘yang busuk’ maka memang sungguh merepotkan. Apalagi jika ada yang nyambi sebagai telik sandi, tambah merepotkan. Jika sejak Reformasi bergulir telah dicanangkan adanya reformasi birokrasi maka kegagalan atau keberhasilan reformasi itu jelas akan berdampak signifikan bagi republik. Dan jelas juga itu bukanlah pekerjaan ringan.

Tetapi jelas juga bahwa birokrasi bukanlah tempatnya segala kambing hitam jika itu diperlukan. Jika dalam birokrasi ada masalah, bagi si-terpilih dalam kontestasi atau melalui prosedur-prosedur politik, hal itu adalah salah satu tantangan yang memang harus dihadapi. Jelas bukan tantangan yang kecil mengingat apa yang disinyalir oleh Alvin Toffler seperti di awal tulisan. Baru-baru ini gugatan dari pihak Republik terhadap program Obamacare atau ACA (Affordable Care Act) dimentahkan oleh Mahkamah Agung AS. Maka ACA atau Obamacare itu tetap berjalan sesuai dengan disain awalnya. Dari kasus Obamacare ini kita bisa banyak belajar bagaimana sebuah ‘ideologi’ itu berjalan sampai pada kebijakan dan eksekusinya. Pihak Republik jelas akan mengatakan bahwa Obamacare itu adalah sosialis, dan sekitarnya-dan seterusnya. Tetapi coba kita bayangkan, bagaimana jika Nurhadi yang sempat buron berbulan-bulan itu merangkap jabatan tidak hanya menjabat Sekjen MA-nya republik tapi juga Sekjen-nya Supreme Court di AS sono?

Alvin Toffler menandaskan bahwa ‘politics is about power, not truth’. (1990, hlm. 281). Dari pendapat Toffler ini kita bisa berandai-andai, jika politik seperti digambarkan Toffler di atas maka semestinyalah hidup bersama memerlukan hal yang berurusan lebih pada ‘truth’ itu. Itulah sebenarnya segala yang ‘berlabel’ mahkamah itu lebih berurusan. Apalagi jika ditambahkan kata ‘agung’. Jika bayang-bayang dari ‘si-bijak’ ini meredup maka politik bisa-bisa memang menjadi liar. Negara berdasarkan hukum dalam banyak hal bisa dihayati sebagai upaya untuk lebih ‘menjinakan’ ranah politik itu. Ada yang bilang itu sebagai salah satu bangunan dari hasrat vs hasrat. Gejolak hasrat akan power itu ‘disain’-nya memang ada dalam bayang-bayang hasrat akan pencarian ‘kebenaran’. Baik sebelum era ‘post-truth’ maupun sesudahnya. Tidak ada hubungannya dengan post-truth-post-truth-an itu. Maka sangat penting sekali masalah input dari mahkamah atau yang sejenisnya ini. Yang terbaik dari yang terbaiklah mestinya yang akan mengisi ruang-ruang mahkamah. Jika bangunan mahkamah ini retak maka jika memakai ‘alegori kereta perang’-nya Platon, si-kuda putih dan terlebih si-kuda hitam akan bisa ugal-ugalan. Bayangkan jika keduanya kemudian ‘berkoalisi’.

Potongan hukuman terdakwa Jaksa Pinangki di Pengadilan Tinggi, dari 10 tahun menjadi 4 tahun itu, bukan hanya melukai rasa keadilan, tetapi menampakkan bahwa kekuatan uang dan kekuatan kekerasan itu semakin memperoleh peluangnya, semakin membesar momentumnya, atau bahkan semakin menguatkan akar dominasinya. Cobalah bermacam carut-marut di ruang-ruang pengadilan ini kita kumpulkan dan dilihat agak berjarak sedikit, kita telusuri lebih jauh lagi, bisa-bisa kita akan sampai pada satu kesimpulan bahwa itu bukanlah hal yang berdiri sendiri. By design? Sangat mungkin. Masalahnya jika si-bijak itu terus-menerus meredup, akankah banyak dari khalayak akan mencari altenatif si-bijak lain dari atas langit? *** (22-06-2021)

Si-Bijak