www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

05-06-2021

Didukung dengan pendapat banyak ahli, DiFonzo dan Bordia berpendapat bahwa kebanyakan orang berkeinginan untuk mengurangi ketidakpastian (uncertainty) dan kecemasan (anxiety) dan mengembalikan kemampuan kontrol atas lingkungan sekitarnya.[1] Bahasan mengenai bagaimana rumor (kasak-kusuk)[2] menyebar sudah jauh sebelum era istilah ‘hoax-hoèx’ seperti sekarang ini. Belgion (1939) seperti dikutip oleh DiFonzo menyatakan, “rumor depends upon uncertainty.” Sedang menurut Prasad (1935) berpendapat bahwa itu disebabkan situasi-situasi yang “an uncommon and unfamiliar type.” Festinger (1948) berpendapat bahwa “rumors pertain to issues that are shrouded in cognitive unclarity.”[3] Menurut DiFonzo dan Bordia, rumor adalah “unverified and instrumentally relevant information statements in circulation that arise in contexts of ambiguity, danger, or potential threat and that function to help people make sense and manage risk.”[4] Rumor berbeda dengan gosip dimana gosip menurut DiFonzo lebih merupakan perbincangan sosial mengenai individu.[5]

Politik dalam banyak hal tidak bisa lepas dari rumor. Dan menyebarnya rumor tersebut bisa dahsyat akibatnya jika tidak dikelola dengan cerdas. Contoh ketika merebak rumor Obama dilahirkan bukan di Amerika. Segera tim sukses Obama meng-counter dengan bermacam bukti otentik dan kesaksian bahwa Obawa lahir di Hawaii, salah satu negara bagian AS. Sebelum pihak Obama mengklarifikasi rumor tersebut, 25% meragukan kelahiran Obama benar-benar di AS. Setelah ada klarifikasi, yang meragukan tinggal 13% menurut survei.[6]

Asal njeplak adalah ‘permainan’ di ranah rumor ini, di ranah kasak-kusuk, dari manapun sumber primernya. Entah dari buzzerRp, ‘tokoh’ yang sedang tersandera kasus, atau bahkan pejabat, terlebih yang sedang berkasus, atau mempunyai ‘tabungan’ kasus di intelijen misalnya. Atau memang kapasitasnya serba terbatas. Atau yang sedang meniti karir sebagai penjilat. Atau yang sedang buta karena fanatisme tertentu. Kalau melihat contoh rumor yang menerpa Obama di atas, paling tidak jeplakan-nya, asal omong-nya itu siapa tahu membuat keraguan di 25% populasi, atau 'pendengar rumor'. Jika ada counter atau klarifikasi, masih saja –kalau contoh Obama di atas dipakai, yang 13% itu toh masih bisa ‘di-uang-kan, misalnya. Atau ditambahkan ke-‘portofolio loyalitas’-nya. Soal 25% dan 13% itu di Amerika dan smart-phone belum merebak seperti sekarang ini, siapa tahu sekarang di republik akan beda angkanya.

Ketika kekuatan kasak-kusuk ini menjadi andalan utama kita patut khawatir sejarah kelam bandul over-determination itu telah berubah arah. Dan sama-sama kelamnya. Abad 20 mencatat berjuta korban manusia akibat paradigma yang over-determination itu, kekejaman komunisme ala Lenin, Stalin, Pol Pot, maupun Mao. Atau juga di tempat lainnya. Masalahnya adanya manusia-manusia dengan kesukaannya pada yang ‘serba-over’ itu tidaklah mungkin dihapus dalam perjalanan. Selalu akan ada, kemarin, sekarang, dan besok-besoknya. Maka adalah penting juga untuk memberikan ‘perlawanan’ terhadap bermacam ulah-keparat dari asal njeplak ini, baik verbal maupun bahasa tubuhnya. Tetapi mau dikategorikan sebagai ulah keparat maupun tidak, pada dasarnya bermacam ulah itu tidaklah ada ‘dalam kendali’ kita.

Akhir-akhir ini kita bisa belajar dari bagaimana respon yang tepat dari yang asal njeplak itu. Dari Anies Baswedan ketika ia di-jeplak-i, di-rumor-i, di-kasak-kusuk-i soal rumah mewah, dan dari Ustadz Adi Hidayat (UAH) terkait pengumpulan dana untuk Palestina. Ketika itu sama sekali tidak bersentuhan, maka Anies kemudian fokus saja pada apa-apa yang ada dalam kendalinya sebagai Gubernur DKI, dan menyilahkan baik si pelempar isu maupun media massa untuk melakukan tugasnya: investigasi. Sebaliknya UAH bersentuhan langsung dengan yang dirumorkan, maka seperti halnya Obama, ia melakukan klarifikasi. Dan tentu klarifikasi yang berdasarkan pengetahuan dan fakta, dari rekening koran sampai bukti transfer, dan itu jelas ada ‘dalam kendali’ UAH dan timnya. Bahkan UAH dan tim mempersilahkan jika pihak yang meragukan untuk melakukan audit ulang sendiri dengan membawa ahli-ahlinya, satu hal yang sangat patut diapresiasi. Melaporkan pada polisi terkait dengan yang melempar rumor tak jelas itu boleh-boleh saja dilakukan. Tidak ya tidak apa-apa, biarlah sangsi sosial yang bekerja.

Kalau KPU kemarin terkait dengan sistem IT-nya maupun carut-marut dana haji akhir-akhir ini, pejabatnya kemudin mengambil sikap seperti UAH maka mungkin hidup bersama ini akan terasa lebih baik. Akan lebih memberikan rasa aman-nya. *** (05-06-2021)

 

[1] Nicholas DiFonzo, Prashant Bordia, Rumor Psychology, American Psycological Association, 2007, 71-72

[2] http://pergerakankebangsaan.

com/190-The-Power-of-Kasak-kusuk/

[3] Ibid, hlm. 72

[4] Ibid, hlm. 13

[5] Ibid, hlm. 19

[6] https://en.wikipedia.org/wiki/

Barack_Obama_citizenship_

conspiracy_theories

The Power of Kasak-kusuk (2)