www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

25-02-2021

Seperti dan film Ben Hur, bertahun-tahun lalu sudah ada kemampuan merekayasa sehingga penonton film bisa menikmati penuhnya stadion tempat lomba kereta perang itu. Saat melihat film tidaklah kecurigaan akan rekayasa itu akan mengganggu kenikmatan atau hanyutnya perasaan. Bahkan mungkin tidak ada kecurigaan sama sekali bahwa ada rekayasa dalam scene itu. Tentu editing akan sangat berpengaruh, dan juga tentu halusnya rekayasa. Rekayasa film terus saja mengalami kemajuan. Jika serial Mr. Ed itu dibuat sekarang maka si-kuda akan nampak benar-benar bisa bicara tuh. Bahkan mungkin ketika sedang terkekeh-kekeh akan nampak sebagai kuda yang memang spesial.

Sudah tahun ke-7 rejim ini berkuasa, dan tetap saja di daerah yang dimenangkannya secara mutlak itu: Papua, masih terasa panas dinginnya. Paling tidak ketika dua-tiga hari sebelum ‘heboh’ kerumunan terkait kunjungan presiden ke NTT, ada unggahan video demonstrasi di Dogiyai, Papua pada hari Senin, 22 Februari 2021. Meski soal tuduhan rekayasa video itu juga patut diperhatikan tetapi pesan utama jelas tidak mungkin diragukan lagi. Apalagi jika diingat bermacam peristiwa, bermacam unggahan lain soal pengungsi di Papua misalnya, dan lain-lainnya. Pesan utama yang sebenarnya juga didengungkan oleh John Kerry terkait dengan perubahan cuaca global: rasa aman. Tuntutan soal rasa aman karena serasa ketidak-adilan semakin merebak, baik terhadap alam maupun makhluk hidup penghuninya. Dan terutama adalah manusia-manusianya.

Alam-pun telah memberikan respon besarnya ketika ketidak-adilan menimpanya berpuluh bahkan seratus-duaratus tahun lamanya. Apalagi manusia. Dua peristiwa di atas, sama-sama adanya manusia berkerumun adalah cerita sebuah ketidak-adilan. Yang satu menyuarakan dengan sekeras mungkin ketidak adilan yang bertahun menghimpit, sedang satunya membersitkan sebuah contoh ketidak adilan itu sendiri. Bahkan jika ada yang mengatakan bahwa kerumunan belakangan adalah upaya untuk menutupi kerumunan lain maka itu adalah sangat sah. Bukan karena sudah terjadwal atau tidak, tetapi lihat ‘olah-aksi’-nya itu. Maka terhayatilah: suara keras tentang ketidak adilan itu justru ditutupi dengan kehebohan yang menyiratkan ketidak adilan. Sebuah ironi dengan pertaruhan tidak kecil, karena seakan ketidak adilan yang kronis itu dikelola dengan sungguh jauh dari pendekatan-tindakan substansialnya. Sebuah ‘permainan’ yang justru sudah 'mempermainkan permainan'. Sangat tidak lucu. *** (25-02-2021)

Dua Kerumunan