www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

01-01-2021

Tidak mudah mengajukan jawaban ketika ada pertanyaan: mengapa harus adil? Bukankah jawabannya sudah jelas? Mengapa masih bertanya-tanya lagi? Bahkan anak kecilpun bisa merasa ketika ia diperlakukan tidak adil. Sama tidak mudahnya juga untuk menjawab, apa itu adil? Apa itu keadilan? Apa itu keadilan dari dokumen yang ada telah dibicarakan secara mendalam paling tidak hampir 2500 tahun lalu. Salah satu pendapat yang menggoda adalah pendapat Thrasymachus, lahir diperkirakan tahun 427 SM. Menurut Thrasymachus, “justice is nothing but the advantage of the stronger’. Ini adalah satu dari tiga pendapat Thrasymachus tentang keadilan. Tetapi jika ada yang menempatkan ini adalah pendapat pokoknya bukanlah tanpa alasan.

Thucydides, sejarawan jaman Yunani Kuno itu hidup di sekitar hidupnya Thrasymachus, bahkan lahir duluan, 460 SM. Dalam Dialog Melian terkait dengan Perang Peloponesia (431-404 SM), utusan Athena pada perwakilan Melos menegaskan bahwa: “ ... the standard of justice depends on the equality of power to compel and that in fact the strong do what the have the power to do and the weak accept what they have to accept,”[1] demikian ditulis Thucydides. Siapa mempengaruhi siapa penulis tidak tahu, tetapi keseiringan pendapat itu sedikit banyak menggambarkan kemungkinan adanya ‘suasana kebatinan’ yang riil ada saat itu. Dan memang dalam banyak hal, pendapat di atas sering menjadi semacam ‘doktrin’ dalam politik riil yang berlangsung sampai sekarang. Bahkan dalam hubungan internasional.

Tetapi ada yang menarik dari pendapat Thrasymachus yang perlu juga kita perhatikan. Thrasymachus menyerang Sokrates terkait pendapat Sokrates bahwa keadilan itu adalah hal sangat penting. Menurut Thrasymachus: “Injustice, if it is on a large enough scale, is stronger, freer, and more masterly than justice.[2] Dan memang, bahkan anak kecil-pun lebih bisa merasakan ketidak-adilan dari pada misalnya disuruh menghayati soal keadilan, misalnya. Atau kalau meminjam salah satu ‘diktum’ Marx, para filsuf hanya sibuk menginterpretasikan dunia, yang penting adalah mengubahnya. Tentu ‘menginterpretasikan dunia’ tetaplah penting, bagaimana soal pernak-pernik keadilan adalah juga sangat penting untuk diperdebatkan, tetapi dalam konteks ini, yang lebih penting adalah mengubah ketidak-adilan itu.

Dari hal-hal di atas, pendapat Platon soal keadilan bisa membantu kita. Platon berpendapat bahwa keadilan akan mewujud jika masing-masing melaksanakan apa yang menjadi tugas dan kewajibannya secara benar. Dari sini pula kita mungkin bisa lebih meraba saat potensi ketidak-adilan itu mulai merekah menampakkan wujudnya, yaitu ketika tugas dan kewajiban tidak dikerjakan dengan benar. Lompat-lompat pagar, atau mémblé misalnya, pada saat itulah ‘alarm deteksi dini’ akan ketidak-adilan haruslah sudah berdenting. Adanya para teknokrat sedikit banyak mengurangi ‘ketegangan’ akan ketidak-adilan, tetapi peringatan bahwa ‘para teknolog begitu pandai mengirim anda ke Paris dalam hitungan jam tetapi tidak bisa memberikan nasehat apapun setelah sampai di sana’ itu menggambarkan bahwa seorang pemimpin-pun harus juga melaksanakan tugas dan kewajibannya secara benar. Bahkan bisa-bisa apa yang dilakukan oleh kaum teknokrat itu jika pemimpin-nya mémblé, justru ketidak-adilan akan merebak on a large enough scale.

Yang terakhir soal on a large enough scale itu-pun juga patut kita cermati. Yaitu ketika pengaruh perkembangan teknologi komunikasi bisa-bisa akan mempengaruhi penghayatan kita akan ‘besar-kecil’-nya skala ketidak-adilan itu. Begitu cepatnya sekarang ini kita bisa melihat ketidak-adilan menimpa saudara-saudara kita di seberang pulau misalnya. Atau juga yang ada di kota lain. Apalagi yang di depan mata. Maka tiba-tiba saja sangat dimungkinkan ketidak-adilan yang terjadi disana-sini itu kemudian terhayati sebagai ketidak-adilan dalam skala besar. Untuk itu peringatan Dom Helder Camara soal spiral kekerasan perlu diingat lagi. Spiral kekerasan yang pada awalnya dimulai dengan adanya ketidak-adilan itu. *** (01-01-2021)

 

[1] https://www.pergerakankebangsaan.

com/024-The-Melian-Dialogue/

[2] https://iep.utm.edu/thrasymachus/

Keadilan,

2500 Tahun Lalu