www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

19-11-2020

Serangan Umum 1 Maret 1949 akan selalu disinggung jika bicara soal mempertahankan kemerdekaan di awal-awal tahun berdirinya republik. Serangan ditujukan pada kekuatan penjajah yang masih bercokol dan untuk mendukung upaya diplomatik pengakuan internasional atas kemerdekaan republik. Tetapi dalam kesempatan ini, kita coba liarkan imajinasi. Bagaimana jika itu dilakukan oleh pengkhianat-pengkhianat Proklamasi, dan justru minta pasukan penjajah untuk menyerang pasukan republik dan kemudian diklaim bahwa tentara republik itu hanya gerombolan kecil saja? Apapun itu, politik yang dihilangkan dimensi gertaknya, bisa akan menjadi sekedar macan ompong.

Bayangkan jika ada urusan politik-diplomatik luar negeri, dan yang mau ditemui dirasa-rasa mempunyai ‘suasana kebatinan’ anti I (baca i saja) misalnya, maka ketika keliling-keliling  ia –katakanlah: si-diplomat-segala-urusan, perlulah ‘modal-untuk-menggertak’. Maka diperlihatkanlah bagaimana si-I itu bisa begitu mengancamnya. Di tempat ia berangkat. Dan kalau ia tidak dibantu maka bisa-bisa teman akan berkurang. Katanya juga, musuhnya musuh adalah teman. Temannya musuh adalah musuh. Dan aku bukanlah temannya si-I itu, jadilah kita berteman. Kira-kira begitu. Dan karena teman: sesama teman akan saling bantu, maka bantulah aku sekarang. Begitu imajinasi dia saat berangkat untuk keliling-keliling itu. Diplomasi a la preman.

Ternyata hampir 99% meleset. Karena bukan soal anti I yang menjadi concern di tempat-tempat tujuan si-diplomat-segala-urusan itu. Sama-sama sedang kerepotan menghadapi virus ugal-ugalan, masalah ekonomilah rata-rata yang sedang menjadi perhatian utama. Soal anti-anti-an memang masih ditemui di sana-sini, tetapi adakah komunitas yang tidak ada unsur anti-anti-an di sebagian kecil warganya? Tentu di sebagian kecil anggota komunitas pastilah akan ada yang begitu demen dengan segala anti-anti-an itu. Normal-normal saja, dan bahkan itu bukanlah sebuah kenormalan baru. Maka bantuanpun memang di dapatkan, tetapi sangat-sangat jauh dari yang diharapkan. Kecil sekali. Apalagi jika dibandingkan dengan segala biaya yang sudah dikeluarkan untuk ‘ongkos-gertak’ itu. Terlebih biaya sosial-nya. Termasuk juga sebenarnya: ‘biaya kehormatan’ dengan sudah menghina-hinakan diri di depan banyak orang yang dikunjunginya itu. Sok-sok-an tapi salah alamat.

Lalu apa yang akan diperbuat oleh preman-preman itu? Yang namanya preman panas-dinginnya bisa-bisa tidak terduga dan dekat-dekat dengan ngawur. Semau-maunya. Ngamuk, tabrak sana tabrak sini. Repot-lah kalau begitu. *** (19-11-2020)

Serangan Oemoem 1/03/49