www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

13-07-2020

Jika kita mengikuti berita-berita bagaimana penanganan wabah Covid-19 di berbagai negara, maka sedikit banyak kita bisa belajar. Dari beberapa hal kita dapat segera paham apa yang dikatakan Faisal Basri, masalah ekonomi itu sangat tergantung dari penanganan wabah. "Jadi jangan anggap remeh, ekonomi sangat bergantung pada penanganan Covid, jadi jangan dibalik-balik, ekonomi dulu covid belakangan, enggak," ucap Faisal Basri, Jumat (10/7) malam.[1] Atau kalau kita lihat lebih luas lagi, ekonomi itu sebenarnya tidak bisa lepas dari bagaimana kita ‘mengelola’ hidup bersama.

Tetapi dari berita-berita kita juga melihat bagaimana setelah lock-down sekitar 2-3 bulan mulai muncul di sana-sini protes untuk melonggarkan lock-down, karena alasan ekonomi. Kalau kita lihat tidak semua masalah sebenarnya karena lock-down, sebab dari yang mengambil kebijakan tanpa lock-down, ataupun yang ‘setengah’ lock-down-pun masalah ekonomi juga muncul. Sama beratnya, karena bangunan ekonomi sudah sedemikian jauh ke-saling-ketergantungan-nya. Hanya saja dari berita-berita, komunitas yang berhasil dalam mengendalikan wabah-lah lebih mempunyai kesempatan melakukan langkah-langkah pembenahan ekonomi secara bertahap. Lebih dini. Tidak jauh dari pendapat Faisal Basri di atas.

Jika kita berandai-andai, misalnya, dalam wabah ini tidak ada satu-pun sang-Leviathan (negara) yang bertindak, karena ia hanya ditugasi patroli malam hari mengamankan harta-harta yang dikumpulkan di pasar bebas di siang harinya, apa yang akan terjadi? Dan 100% itu survival of the fittest, herd imunity dalam bentuk yang paling brutal, misalnya. Akankah yang namanya pasar bebas yang diklaim sebagai modus satu-satunya dalam ‘pembagian kekayaan’ itu juga akan tetap berlangsung? Bukankah kita akan masuk dalam bayang-bayang siapa kuat dia akan menang? Hukum rimba. Maka masing-masing pastilah akan siap-siap mempersenjatai diri sendiri. Yang kecil-lemah akan ‘bersekutu’ melawan yang lebih kuat. Segala cara akan dilakukan untuk: mempertahankan hidup. Tak jauh dari gambaran ‘state of nature’-nya Thomas Hobbes.

Maka sebenarnya banyak hal yang tidak bisa dijelaskan jika dilepas dari upaya-upaya mempertahankan hidup itu. Apapun ‘bunga-bunga’ kata yang membungkusnya. Segala perjuangan apapun bentuknya itu, sebagian besar akan bersinggungan erat dengan upaya mempertahankan hidup. Dan kita yang sudah di abad 21 ini sudah banyak contoh bagaimana upaya-upaya mempertahankan hidup itu berkembang atau dikembangkan pada abad-abad sebelumnya. Bermacam ‘keyakinan’ berkembang untuk mengajukan klaim-nya masing-masing. Dan terakhir yang seakan mendominasi dunia, klaim bahwa pasar yang self-regulating market itulah yang akan membawa manusia pada kemakmuran bersama, gilang-gemilang. Jika memang maunya self-regulating market, mengapa ada mekanisme bail-out, misalnya? Kata mereka: too big to fail. Ada saja.

Maka dalam praktek sebenarnya ‘bangunan’ adalah embedded. Dis-embedded (liberalism) yang berujung pada ultra-minimal state itu dikhotbahkan hanya kalau menguntungkan saja. Kalau pas kepèpèt ya embedded. Erat-lah. Atau kalau pas perlu dukungan keputusan politik. Urik-nya tidak jauh seperti yang digambarkan oleh Ha Joon Chang dalam Kicking Away the Ladder (2002). Jika jalan yang ditempuh adalah masih diakuinya hak milik dan hadirnya mekanisme pasar sebagai salah satu ‘pembagi kekayaan’ maka itu mestinya ditempatkan dalam dinamika hidup bersama. Yang dalam hidup bersama pastilah ada yang mempunyai banyak hal lebih, dan banyak yang masih ‘terpincang-pincang’. Ilmu ekonomi mestinya akan banyak bergulat dengan yang masih ‘terpincang-pincang’ ini. Inilah yang sebenarnya menggelitik Paul Omerod 25 tahun lalu melalui The Death of Economics (1994).

The Greatest Danger, The State, demikian salah satu subbagian dari The Revolt of the Masses karya Jose Ortega y Gasset, terbit pertama kali 13 tahun setelah Revolusi Bolshevik. Atau 12 tahun setelah Perang Dunia I berakhir. The greatest danger? Padahal negara adalah salah satu bagian penting dari perkembangan peradaban manusia. Ortega menggambarkan dimana negara kemudian jatuh pada soal ‘mekanisasi’ saja. Katakanlah, ‘self-regulating state (institutions).’ Dualisme ‘mind-body’ yang nampak di puncak ‘kebrutalannya’. Atau kalau kita bayangkan, dalam demokrasi ‘the greatest danger’-nya: KPU. Ketika KPU berlindung pada ‘mekanisasi’ prosedur tanpa pernah mendengar bermacam ‘masukan’ dalam berbagai bentuknya, maka krisis-pun akan di depan mata. Berlindung di balik segala prosedur, kita bisa menghayati bagaimana KPU kemudian ugal-ugalan semau-maunya. Krisis akan berujung pada ‘krisis makna’ pemilihan pada khususnya, dan demokrasi pada umunya. Maka ‘the greatest danger’, yang berasal dari negara pertama-tama adalah krisis makna dalam  bernegara. Atau tepatnya meminjam istilah Driyarkara, krisis (makna) dalam menegara.

Menegara menurut Driyarkara pertama-tama adalah dialog. Dan dialog itu pertama-tama, diakui atau tidak, adalah soal bagaimana mempertahankan hidup. Soal mempertahankan hidup bagi yang hidup dan menghidupi negara tersebut. Maka ‘sinyal dini’ berkembangnya carut-marut masalah ‘mempertahankan hidup’ ini dalam satu negara adalah ketika berkembang nuansa ‘anti-dialog’. Ada bermacam bentuk ‘anti-dialog’ ini jika kita bicara pimpinan, bisa karena berhadapan dengan yang otoriter, atau dengan tukang tipu. Yang satu kata ditekan, yang lain kata dianggap tidak ada. Bahkan dipermainkan. Yang sebenarnya masing-masing akan menemui batas-batasnya. Ketika batas sudah di depan hidung, sayangnya, kekerasanlah yang akan ‘menyelesaikan’. The greatest danger dari negara itu, mulai dari krisis makna akhirnya berubah menjadi krisis kekerasan –krisis kemanusiaan. Dan kita telah melihat bagaimana di abad 19 dan abad 20 itu sungguh banyak peristiwa kelam-gelap yang berasal dari negara yang justru menjadi aktor utamanya. Pemimpin otoriter dan pemimpin tukang tipu - tukang ngibul akhirnya sama-sama sebagai pemicu berkembangnya krisis. *** (13-07-2020)

 

[1] https://politik.rmol.id/read/2020

/07/10/443040/faisal-basri-jangan-dibalik-balik-ekonomi-bergantung-penanganan-covid-19

Embedded /  Dis-embedded