www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

19-06-2020

Dalam ranah ‘primitive accumulation’ di akhir abad 19, Amerika mem-booster dengan dikembangkannya visible-hand, orang-orang terdidik di jalur management business administration dan sejenisnya. Hanya dengan kritik tanpa lelah dari ‘orang-orang kiri’ dan serikatnyalah –juga dari agama yang tidak ingin ditinggalkan umatnya (misal, munculnya Ensiklik Rerum Novarum dan ‘peringatan-peringatan’nya), orang-orang itu –si-visible hand, juga ikut berkembang dalam mengambil keputusan maupun strateginya. Primitive accumulation kemudian tidak menjadi begitu ugal-ugalan, terlebih di rentang waktu pasca Perang Dunia II sampai dengan akhir 1960-an –tentu tidak di semua tempat di planet ini. Apalagi ditambah dengan langkah Henry Ford yang menaikkan gaji pekerjanya dengan harapan mampu membeli mobil yang diproduksinya juga menampakkan hasil positif.

Sesungguhnya, suatu hari pada tahun 1971 ketika aku mulai bekerja sama dengan mentorku Claudine, ia memberitahuku: “Tugasku adalah membentuk kamu menjadi seorang economic hit man. Tak seorangpun akan tahu tentang keterlibatanmu –bahkan tidak juga istrimu.” Lalu ia menjadi serius, “Sekali kamu berada di dalamnya, maka seumur hidup kamu akan tetap di dalamnya.” Sesudah itu ia jarang menggunakan nama lengkap; kami hanyalah EHM saja.”[1]

Operasi Djakarta, demikian kata sandi yang digunakan CIA saat melakukan operasi kudeta terhadap Allende di tahun 1973. Dan di bawah Pinochet, Cile kemudian menjadi ‘kelinci percobaan’ terhadap program-program neoliberalisme. Neoliberalisme yang memperluas proses akumulasi kapitalnya dengan apa yang disebut David Harvey sebagai accumulation by dispossession. Dan jika ranah primitive accumulation di-booster oleh didikan management business administration sejak akhir abad 19 seperti disebut pada awal tulisan, accumulatin by dispossession ini nampaknya di-booster oleh para EHM ini. Yang sudah dipersiapkan sejak pertengahan dekade 1960-an.

Dari bermacam bentuk atau jalur accumulation by dispossession ini maka kita bisa berimajinasi bahwa EHM ini mempunyai spesialisasinya sendiri-sendiri. Ada yang fokus pada soal privatization and commodification, financialization, management and manipulation of crisis, dan terakhir, state redistributions.[2]  Dari bermacam fitur accumulation by dispossession ini sebenarnya segera nampak, titik sentralnya adalah: negara. Kalau mengikuti Harvey: katakanlah, negara yang dibajak-dicabut dari akar bangsanya dengan segala dinamika dan sejarahnya. Atau jika mengikuti Noreena Hertz, negara yang sudah di ‘silent takeover’: The Silent Takeover: Global Capitalism and the Death of Democracy (2001). Atau dalam kata-kata David Harvey (2005): “In principle, neoliberal theory does not look with favour on the nation even as it supports the idea of a strong state. The umbilical cord that tied together state and nation under embedded liberalism had to be cut if neoliberalism was to flourish,[3]

Spektrum kiri dan ajaran morallah yang membuat primitive accumulation bisa menjadi tidak ugal-ugalan. Maka, apa yang akan membuat accumulation by dispossession ini tidak menjadi ugal-ugalan? Mengharap kebaikan hati mereka? Jelas tidak, maunya mereka jelas ugal-ugalan tanpa batas. Bahkan paradigma Hanry Ford seperti disinggung di atas kalau bisa dikubur dalam-dalam. Nggak ada urusannya dengan daya beli lagi. Bisa kurus-kering nantinya. Maka sepertihalnya primitive accumulation yang (dipaksa) dibawa ke ranah hasrat vs hasrat, accumulation by dispossession itupun mestinya harus di bawa ke ranah hasrat vs hasrat pula. Dibawa ke ranah dimana (hasrat) kecintaan akan negara-bangsanya akan menjadi elan vital dalam mem-booster nalar/pengetahuan melawan segala hasrat-keculasan yang ngendon dalam diri EHM itu.

Bagi Machiavelli, menciptakan musuh yang kemudian ditumpasnya sendiri itu adalah bagian dari mempertahankan kekuasaan. Maka tidak mengherankan para EHM ini begitu demen-nya pada para ‘nasionalis’ sontoloyo. ‘Nasionalis’ yang ada di bawah telapak MPVD, money, Mr. P, Miss V, dan Drugs. Atau yang terjerat atau menjeratkan dirinya pada perdhuwitan, perkonth-lan, pertemp-kan, dan obat-obatan. Mereka ini akan sangat mudah dikendalikan dalam situasi politik yang seakan sudah beralaskan pada scandalous politics, kata Manuel Castells. Atau juga pada ‘nasionalis-pinokio’ yang plonga-plongo. Repot. *** (19-06-2020)

 

[1] John Perkins, Confessions of an Economic Hit Man, Abdi Tandur, 2005, hlm. x

[2] Liha juga, David Harvey, A Brief History of Neoliberalism, Oxford University Press, 2005, hlm. 160-164

[3] Ibid, hlm. 84

Economic Hit Man/Woman