www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

09-03-2020

Seorang nasionalis akan dengan mudah dibedakan dengan seorang ultra-nasionalis. Ultra-nasionalis yang cenderung terperangkap dalam xenophobia. Dan bahkan akan menikmati ‘keterperangkapan’-nya itu. Meski kadang bagi yang ada di ‘sisi lain’ sering mengaburkan batas yang sudah tegas itu demi satu-dua amunisi menyerang. Tetapi kadang seorang nasionalis sulit dibedakan dengan seorang nasionalis gadungan. Paling tidak ketika yang di podium teriak: merdeka, maka kerumunan-pun akan dengan semangat tinggi bersama-sama meneriakkan kata: merdeka, juga. Dan tidak lupa tangan kiri teracung ke atas. Tangan terkepal. Bahkan mungkin yang gadungan itu bisa paling keras teriaknya. Jadi jika dari teriak-teriaknya sulit dibedakan antara yang gadungan dan yang tidak, dari segi mana kita bisa membedakannya?

Jika mengambil gambaran Platon dalam Alegori Kereta Perang, nasionalisme adalah dekat dengan gambaran si-kuda putih. Si-kuda putih yang sebenarnya berkarakter lebih mudah berkolaborasi dengan sais, yang dalam hal ini adalah nalar. Dari sini bisa segera nampak salah satu cara membedakan dengan nasionalis gadungan itu. Yang gadungan itu akan lebih mudah berkolaborasi dengan si-kuda hitam daripada nalar. Kuda hitam dalam Alegori Kereta Perang Platon menggambar segala nafsu yang ada di perut ke bawah. Terutama adalah uang. Dan karakter si-kuda hitam ini adalah meluncur ke bawah.

Kekuatan uang jika kemudian hadir sebagai ‘pendikte’ maka perlahan tapi pasti ia akan melemahkan si-kuda putih. Apalagi jika saisnyapun sudah dalam pengaruhnya. Terlebih ketika sering sudah dikatakan, uang tidak mempunyai nasionalisme. Yang sebenarnya tidaklah tepat jika dikatakan seperti itu, sebab ‘nasionalisme’ uang itu ada, dan tempatnya adalah di hasrat. Dan ‘nasionalisme’ a la uang ini sangat mudah jatuh pada sikap ‘xebophobia’. Seperti ditegaskan oleh Thatcher: there is no alternative.

‘Nasionalisme’ a la uang ini akan sangat mudah menyebar, siapa yang tidak butuh akan uang? Makanya dalam Alegori Kereta Perang Platon itu, si-kuda hitam yang mempunyai kecenderungan meluncur ke bawah, sais masih memerlukan bantuan si-kuda putih untuk ‘melawannya’. Dan juga sayap di kanan-kiri kereta. Karena kereta mestinya diarahkan ke atas menuju ‘kebaikan para dewa-dewa’. Atau dalam konteks republik, menuju si-bintang penuntun, Pancasila. Mengapa si-kuda hitam itu tidak dilepas saja? Karena dalam segala nafsu perut ke bawah itu tersimpan juga energi yang sangat besar. Dan bukankah manusia hidup itu tidak bisa dilepaskan akan hasrat makan, seks, dan juga uang?

Dalam era globalisasi dengan intensnya bermacam lalu-lalangnya tidak hanya modal tetapi juga informasi, teknologi, images, suara-suara, simbol-simbol, masihkah nasionalisme itu relevan? Jika nasionalisme itu diletakkan dalan ranah xenophobia maka memang segera saja ia menjadi ‘barang aneh’.

Manuel Castells dalam masyarakat jaringan yang berkembang seperti sekarang ini, membedakan antara space of flows dan space of places.[1] Nasionalisme berurusan langsung dengan space of places ini, dan bukannya dengan serta merta terus tidak berurusan dengan space of flows yang faktual memang sudah berkembang sedemikian rupa. Nasionalisme kemudian berkembang dalam oposisi yang dikatakan oleh Castells sebagai antara the Net dan the Self. Maka tidak mungkin lagi kita menghayati nasionalisme dalam kata benda, tetapi kata kerja. Kata kerja yang akan juga beromantika, berdinamika, dan berdialektika. Para nasionalis gadungan itu akan sangat pandai dalam beromantika, tetapi juga akan sangat mudah bertekuk lutut pada si-kuda hitam. Terutama nafsu akan uang. Romatikanya adalah juga sebagai tirai asap tebal yang menyembunyikan laku-laku mbèlgèdès-nya. Dan selain itu, membiarkan republik dan rakyatnya yang semestinya ia cintai itu, meluncur ke bawah. Yang seakan sedang balapan menuju ke dasar kegelapan. Bagi Kang Marhaen, mereka adalah nasionalis sontoloyo. Tidak lebih dari itu. *** (09-03-2020)

 

[1] Terkait dengan pendapat-pendapat Manuel Castells, lihat juga https://www.pergerakankebangsaan.

com/520-Benturan-Peradaban-Sebagai-Tantangan/

Para Nasionalis Gadungan Itu

gallery/plato wings