www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

13-02-2020

Rakyat makin susah. Apa apa mahal. Yang murah cuma omongan pejabat, tanpa bobot, menjadi produk murah media yg dibuat juga dg ongkos murah tanpa pikiran. Kita salah memilih pemimpin. Kualitas bangsa merosot.[1]

Cuitan Bre Redana 11 Februari 2020 seakan mewakili suasana kebatinan banyak orang. Ketika banyak kalangan mempermasalahkan situng IT KPU terlebih saat pilpres beberapa waktu lalu, sering dijawab: salah input. Dan terus nggak ada apa-apanya tuh, lanjut terus seperti nggak ada apa-apa. Nggak ada konsekuensi apapun. Tiba-tiba berbulan kemudian salah satu anggota KPU, WS, tertangkap OTT terkait soal suap-menyuap.

Beberapa hari belakang kita seakan tersentak dengan ungkapan Ketua BPIP yang menyebut agama adalah musuh Pancasila. Dan kemudian berlanjut ‘klarifikasi’-nya: salah kutip. Media salah kutip, tidak utuh. Atau lihatlah bagaimana sering muncul tiba-tiba banyak hal adalah salahnya masa lalu. Pemerintahan sebelumnya. Atau yang kaget, marah, bingung itu.

Mengapa seakan yang sedang duduk di penyelenggara negara itu menjadi miskin sense of urgency? Kebanyakan orang akan hidup dalam langgam di luar sense of urgency. Akan capek menjalani hidup jika ada dalam situasi sense of urgency terus menerus. Lihat bagaimana warga RRT diberitakan banyak yang mulai merasa frustasi karena terus menerus dalam situasi kegawatan akibat penyebaran virus corona itu. Maka untuk itu warga akan memilih pemimpin terbaik dari yang terbaik, semestinya. Supaya sense of urgency itu beralih pundak, dan warga bisa lebih fokus mengurus diri dan keluarganya. Dan lingkungan terdekatnya.

Kembali ke masalah di atas, mengapa seakan yang sedang duduk di penyelenggara negara itu menjadi miskin sense of urgency? Salah satu yang harus dipertimbangkan adalah memang pada dasarnya mereka tidaklah berdaulat sepenuhnya.[2] Yang kedua adalah mereka sedang membayangkan era Orde Baru dan pemilu-pemilunya. Jumpalitan dan pethakilan apapun bentuknya, toh nanti bukan elektabilitas yang akan memenangkan, tetapi kecurangan yang TSM itulah penentunya. Dan dengan merasa ‘senjata pembunuh massal’ itu ada di tangan, mereka berani dengan entengnya ‘menyingkirkan’ sense of urgency itu. Sense of urgency yang dipercayakan khalayak di pundaknya.

Jadilah omong asal njeplak. Sambil cengèngèsan-pecingas-pecingis. Juga sok tegas sok berwibawa. Berulang dan berulang. Bangsat. *** (13-02-2020)

 

[1] https://twitter.com/BreRedana/

status/1227047840649601024

[2] https://www.pergerakankebangsaan.

com/491-Yang-Berdaulat/

Salah Input, Salah Kutip, Salah .....