www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

02-01-2020

Pada Tahun 1973 Ahmed Zaki Yamani, dedengkot OPEC selama 25 tahun itu mengatakan bahwa  ‘jaman batu berakhir bukan karena kita kehabisan batu’ dan demikian juga soal minyak jika itu diteruskan. Jaman minyak juga akan berhenti bukan karena kita kehabisan minyak. Suatu hal yang nampaknya logis di tengah-tengah pesatnya perkembangan bermacam teknologi. Tetapi kita juga harus hati-hati dengan pernyataan ini. Jaman batu adalah jaman yang tidak berbuntut polusi. Sedangkan minyak, dan sumber energi fosil lainnya meninggalkan polusi yang tidak kecil. Apalagi jumlah populasi dunia sekarang ini sudah hampir dua kalinya dari jumlah populasi di tahun 1970-an itu.

Greta Thunberg dijadikan oleh Person of the Year tahun 2019 oleh majalah Time. Greta Thunberg aktif menyuarakan soal dampak-dampak perubahan iklim. Ia baru berusia 16 tahun. “I want you to panic,” she told the annual convention of CEOs and world leaders at the World Economic Forum in Davos, Switzerland, in January. “I want you to feel the fear I feel every day. And then I want you to act,” demikian Time menulis.[i] Apa yang dikawatirkan Thunberg terkait perubahan iklim itu antara lain, “ocean will rise. Cities will flood. Millions of people will suffer”.[ii] Apa yang menjadikan Greta Thunberg seperti sekarang ini juga tidak lepas dari peran orang dewasa yang ada di sekitarnya. Dan itu terjadi ketika ia duduk di primary school dan gurunya menampilkan video yang menampakkan bagaimana beruang-beruang kutub menjadi kelaparan karena perubahan iklim. Moment itu begitu membekas dan bahkan sempat ia menjadi depresi karenanya.

Banjir di Jakarta telah berulang kali terjadi. Tetapi banjir di hari terakhir 2019 dan di awal 2020 ini seakan mengingatkan apa yang dikatakan Thunberg di atas, ocean will rise, cities will flood, millions of people will suffer. Curah hujan begitu lebat dan bahkan tercatat paling deras dalam 24 tahun terakhir, terhitung dengan data di tahun 1996 yang intensitasnya ada di 216 mm/hari. Tahun 2002 sebesar 168 mm/hari, 2007 sebesar 340 mm/hari. Kemudian tahun 2008, 250 mm/hari, 2003: 168 mm/hari, 2007: 340 mm/hari. Di tahun 2008, 250 mm/hari, 2013 sebesar 100 mm/hari, tahun 2015 sebesar 277 mm/ hari. Sebelum banjir yang terakhir ini, BMKG mencatat curah hujan di Halim Perdanakusuma, 377 mm/hari. Dan di TMII 335 mm/hari.[iii]

Dengan kemajuan teknologi komunikasi sekarang ini, kita bisa melihat dalam waktu singkat bagaimana keadaan saudara-saudara kita yang mengalami musibah banjir ini, baik yang di DKI, Bekasi, Tangerang, atau Jawa Barat, Banten. Dan di tempat lain juga. Tentu sebagian besar dari kita akan merasakan apa yang dirasakan oleh Thunberg ketika di sekolah dasar gurunya memutar video tentang beruang kutub yang terancam hidupnya karena pemanasan global itu. Apalagi yang kita lihat terkena musibah itu saudara-saudara kita sendiri. Maka dalam konteks sekarang ini, yang utama dan pertama-tama adalah penanganan korban. Banjir yang telah menelan korban jiwa ini jelas sudah bukan bencana biasa. Penangan korban adalah berarti mencegah bertambahnya korban jiwa dan memberikan perlindungan, terutama dalam mempertahankan daya tahan tubuh dan pembersihan lingkungan. kaitannya dengan soal penyakit yang mengikuti setiap bencana. Dan ini bersamaan dengan penanganan banjir itu sendiri. Apapun yang bisa dilakukan, dilaksanakan. Dan salam hormat bagi semua petugas serta relawan yang telah tulus bekerja.

Dari video dan gambar yang beredar baik di media sosial maupun lainnya, kita tidak hanya merasa prihatin dengan adanya bencana, tetapi juga merasa yakin kita masih bisa berdiri tegak nantinya. Bagaimana petugas-petugas berjibaku tanpa lelah. Juga bagaimana warga saling tolong. Apapun itu bentuknya. *** (02-01-2020)

 

[i] https://time.com/person-of-the-year-2019-greta-thunberg/

[ii] Ibid

[iii] https://nusantara.rmol.id/read/

2020/01/01/415750/data-bmkg-hujan-di-awal-tahun-2020-sangat-ekstrem

Banjir, Banjir, Banjir