www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

27-11-2019

Beberapa tahun sebelum sebelas tahun lalu, untuk meng-cover ‘gelembung’ bisnis properti, para calon nasabah sub-prime-pun diberi kesempatan untuk mengambil kredit perumahan, di AS sono. Sub-prime artinya nasabah di bawah standar ke-prima-an, tetapi tetap saja dipaksakan. Ketika satu-per-satu para sub-prime itu akhirnya gagal bayar sebenarnya tinggal sita jaminan saja, selesai. Masalahnya adalah di pasar sekunder, tertier, dan seterusnya. Pasar di pasar keuangan. Akhirnya efek domino-pun terjadi. Apalagi banyak uang terlibat sumbernya dari bank-bank umum. Keserakahan dari gerombolan atau kawanan ‘kucing gendut’ berdasi itu-pun kemudian membuka krisis subprime mortgage di tahun 2008 itu.

Prime Minister atau Perdana Menteri biasanya adalah kader terbaik dari partai pemenang pemilu. Dan hanya satu PM. Jika ada satu presiden dengan banyak PM-nya, maka itu adalah sebuah kerajaan dengan banyak bangsawan. Suka-suka sang-raja mau mengangkat siapa jadi bangsawan yang ada atau beredar di sekitarnya. Yang penting ada upeti, dalam bermacam bentuknya. Mulai dari upeti uang sampai pada upeti sebagai sumber daya asal njeplak ketika panggung memang memerlukan, atau bahkan yang siap dengan premanisme dan kebrutalannya. Sub-prime minister adalah ketika para bangsawan itu sebenarnya adalah sub-prime, di bawah ke-prima-an sebagai seorang eksekutor kebangsawanan maupun pembisik. Tetapi ke-sub-prime-annya itu tidaklah masalah sebab sang-raja merasa akan lebih kerepotan menghadapi para bangsawan itu dari pada menghadapi rakyatnya. Mengapa? Menurut Machiavelli rakyat itu mudah ditipu. Cukup dengan pura-pura marah atau kaget-heran sudah cukup. Tidak hanya rakyat biasa, para tetua itu juga ternyata cukup diberi kata akhir dengan kata ‘ko-mit-men’ saja sudah cukup, sudah melayang rasanya. Tetapi ngibul di depan para bangsawan? Maka terhadap para bangsawan sang raja akan memberikan perlindungan, sedang terhadap rakyat, cukup berusaha untuk tidak dibenci saja.

Upeti-upeti yang disetor kaum bangsawan itu tidak hanya untuk membiayai perlindungan yang secara tidak langsung ditawarkan itu, tetapi juga untuk membiayai keberlangsungan status sang-raja sendiri. Pemimpin sebelumnya telah membuat semacam ‘dewan rakyat’ yang jumlahnya hampir sekitar 700-an itu, wakil dari berbagai daerah dan golongan. Sang-raja tahu bahwa untuk bisa digelari sebagai ‘Sang Anak Langit’ ia perlu dukungan penuh dari ‘dewan rakyat’ itu. Maka ia perlu ‘logistik’ yang tidak sedikit. 700-an kepala dikalikan x logistik. Belum lagi para ‘influencer’nya. Bagaimana jika ada yang menolak atau merasa kurang? Rencana B, maka 'tombak' dan 'panah beracun'-pun sedang disiapkan. *** (27-11-2019)

Republik Dengan Banyak (Sub)Prime Minister-nya