www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

04-09-2019

Semakin tinggi tangga kepemimpinan maka semakin tinggi pula beban tanggung jawabnya, maka oleh karena itu kiranya hindarilah kata-kata seperti memimpin ‘tanpa beban’, apapun mau dikaitkan dengan apa ke-tanpa-beban-annya itu. Tidak bisa lagi mengikuti pemilihan berikutnya karena terbentur aturan terus sampai pada memilih kata ‘tanpa beban’ tetaplah bukan pilihan tepat. Bukanlah alasan yang tepat. Bahkan baik ia masih bisa mengikuti atau tidak pemilihan depan, tetap saja ia harus terlibat ‘dengan penuh beban’ untuk terciptanya pemilihan yang jauh dari kecurangan. Data DPT yang tidak digelembungkan. Mendorong adanya anggota-anggota KPU dan Bawaslu yang benar-benar mumpuni, tidak yang di bawah standar itu. Juga anggota-anggota MK. Sistem IT yang ter-audit. Dan memberikan suasana sehingga sebagian para ‘konsultan-politik-surveyor’ itu tidak ugal-ugalan, Jadi, mengapa pilihan kata ‘tanpa beban’ itu bukan pilihan yang tepat?

Pemimpin dimanapun akan mempunyai sense of urgency yang lebih dari yang dipimpinnya. Bahkan juga sense of emergency. Intinya, dengan segala sumber daya yang ada di tangannya, dengan sumber daya yang ada di sekitarnya, ia sebenarnya mempunyai kesempatan untuk menimbang-nimbang sehingga keputusan akan selalu merupakan keputusan yang terbaik. Kalau dia seorang pemimpin republik, maka terbaik bagi republik. Inilah beban terberat yang harus dipikul oleh seorang pemimpin, dan sama sekali jauh dari kata-kata ‘tanpa beban’ itu. Dan sebenarnya tidak ada satupun pembenaran terhadap munculnya kata ‘tanpa beban’ itu keluar dari seorang pemimpin, selain jika yang dipimpinnya sudah paham bahwa telah terjadi kecelakaan sejarah: dipimpin oleh orang kerdil.

Lihatlah misalnya seorang Deng Xiao Ping, perawakan bisa kecil tetapi jelas dia bukanlah seorang pemimpin yang kerdil. Di pundaknya beban itu berat sekali, beban membawa dari China komunis banting stir menjadi China kapitalis. Karena sadar akan resiko maka Deng mengibaratkan banting stirnya itu seperti menyeberangi sungai sambil gagap-gagap untuk supaya tidak terpeleset saat menginjak licinnya batu di dasar sungai. Deng tidak terus pethitha-pethithi, pethunthang-pethunthung, ya-yak-o, kemlinthi, kemaki, kementhus teriak-teriak bahwa ia mau membuat keputusan yang gila, keputusan yang miring-miring. Tidak! Deng Xiao Ping paham betul apa yang sedang dipertaruhkan.

Pemimpin kerdil yang meyakini sekarang adalah periode ‘tanpa beban’ itu sebenarnya justru akan membebani yang dipimpinnya. Ketika sense of urgency, sense of emergency, naluri-keberdaulatan yang menjadi semakin tumpul itu justru akan membuat beban yang harus dipikul oleh rakyat kebanyakan akan menjadi semakin berat. Dan tidak hanya beban, bahkan republik-pun akan dipertaruhkan, atau meminjam kegundahan Megawati: perang saudara. Maka jika ada pemimpin dengan ringan, apapun konteksnya, mengatakan ‘tanpa beban’, respon awal cukup hanya dengan satu kata: ndas-mu! *** (04-09-2019)

'Tanpa Beban' yang  Membebani

gallery/pinokio