www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

12-08-2019

Pada Konferensi Partai Konservatif tahun 1987, Margaret Thatcer –Iron Lady, berpidato di depan partainya dengan salah satunya menyinggung soal sikapnya yang anti-homoseksual. Soal pentingnya melindungi anak-anak dari serangan kaum homoseksual. Soal pentingnya melindungi dan mengembangkan nilai-nilai luhur yang sudah ada berabad-abad silam. Thatcer sedang bicara sebagai seorang konservatif sejati, tulen. Tentu tidak hanya soal anti-homoseksual seorang Thatcer menampakkan betapa kukuhnya dia sebagai seorang konservatif. Bagaimana dukungan all-outnya terhadap pelaksanaan agenda neoliberalisme saat dia berkuasa juga tidak lepas dari cara pandang seorang konservatif. Satu tahun setelah pidato di atas, pemerintahan Thatcer mengintrodusir undang-undang anti-gay yang pertamakalinya dalam 100 tahun di Inggris sana.

Iron lady tentu bukan monopoli seorang Thatcher. Banyak perempuan-perempuan yang menampakkan bagaimana kukuh-nya dia, baik dalam berkerja-berjuang maupun dalam hal prinsip. Bagi yang berkecimpung di ranah akademik misalnya, tentu akan pernah bertemu dengan yang seperti ini, cerdas, berwawasan luas tapi tidak pernah mau kompromi jika bicara soal prinsip-prinsip akademis. Atau masih banyak lagi dalam bidang lainnya, baik yang ada di ‘kelas atas, menengah, maupun bawah’. Lalu apa yang membedakan seorang Iron Lady Margaret Thatcer dengan Iron Lady lainnya?

Sebagai politikus yang sedang berkuasa, ke-kukuh-an Thatcer itu tidak hanya berhenti pada kata-kata tajam-nya, tetapi lebih dari itu, ia kukuh dalam memperjuangkan nilai-nilai yang diyakininya itu saat memperjuangkannya menjadi sebuah keputusan politik, dan tentu berikut eksekusinya. Rentetan penuh konsistensi itulah yang pada akhirnya membuat ia oleh orang banyak disebut sebagai Iron Lady, dan jelas bukan karena olah-kata semata, setajam apapun kata-katanya itu. *** (13-08-2019)

Perempuan Besi Itu

gallery/thatcher