www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

08-08-2019

Syahdan di sebuah republik sedang digelar kongres ke-2 para begundal. Kongres yang lebih meriah dibanding kongres-1. Dan jauh lebih meriah dibandingkan dengan kongres-kongres para begundil sebelumnya. Kongres dilakukan setelah si-demos di’kandangin’ dalam kandang ‘pemilihan demokratis’. Kandang ‘pemilihan demokratis’ yang dijaga ketat oleh ymmk, atau ‘yang mulia mahkamah konstitusi’, demikian mereka para begundal itu menyebut sambil pecingas-pecingis geli. Itulah yang mereka kenal sebagai ‘jebakan demokrasi’ bagi si-demos, rakyat. Dan dengan si-demos sudah terkurung dalam ‘sangkar emas’ demokrasi itulah kongres para begundel dapat berlangsung dengan mulusnya. Tanpa gangguan dari si demos yang terus-menerus di-asyik-kan dengan tontonan adu domba di ‘sangkar emas’ demokrasi itu.

Mereka merasa bukanlah bagian dari demokrasi karena para begundal itu lebih senang menyebut diri sebagai kaum aristokrat. Aristokrat sendiri sebenarnya mengandung arti si-terpilih karena memang dia benar-benar mak-nyuss, dan bisa juga ia terpilih dalam proses ‘pemilihan demokratis’ itu. Atau karena ke-bangsawanannya, dan tentu dengan sifat-sifat mulia kaum bangsawan. Atau terpilih karena kekayaannya. Tetapi dalam kongres para begundal ini, ‘aristokrat’-nya adalah rasa begundal, rasa ‘kaki-tangan’. Ia dipilih oleh orang-orang yang merasa sedang duduk di ranah monarki.

Republik tempat para begundal sedang kongres ini sedang merencanakan pindah ibukota. Sebenarnya sudah 6-7 tahun soal pindah ibukota sudah dibicarakan, sudah diumpankan. Untuk apa? Jelas untuk dukungan dua periode. Soal take and give, sesederhana itu. Dan setelah dua periode diketok palu dimenangkan oleh ymmk, maka kongres para begundal-pun segera digelar. Siapa dapat apa, bagaimana, berapa, kapan, dimana, dan seterusnya. Itulah agenda utama kongres. Agenda ke-dua adalah tentang jual-beli aset ibukota lama. Katanya untuk tambahan biaya pembangunan ibukota baru. Tetapi ketika itu dirembug oleh para begundal? Amblasss! Agenda ke-tiga adalah soal bagi-bagi lainnya. Intinya adalah, kongres para begundal itu digelar untuk bagi-bagi republik, yang mana pemilik republik sebenarnya sudah dikandangin di ‘sangkar emas demokrasi’ dan di-asyik-kan dengan bermacam tontonan adu domba.

Karena begitu besar-nya yang harus dibagi-bagi dalam kongres kali ini maka kongrespun berlangsung dengan berisiknya. Tidak hanya banting kursi, tetapi juga tiba-tiba listrik padam di seluruh kompleks kongres. Bahkan juga di-kandang demokrasi tempat si-demos dikandangin itu juga mati total. Tidak hanya itu, sebelum listrik padam tempat penyimpanan kas kongres-pun diacak-acak. Juga simpanan minyak untuk bantuan generator-pun dibocorin sehingga mengotori jalanan. Bahkan masuk juga di kandang-nya si demos yang hanya bisa mengumpat saja. Masuk ke kolam tempat sebagian rakyat memancing ikan.

Tentu yang di-kandang demokrasi itu akan marah juga ketika lampu tiba-tiba  padam, misalnya. Maka diutuslah penghibur utama bagi yang ada dalam kandang demokrasi itu untuk meredakan kemarahan. Maka ia datang dan kemudian pasang aksi heran, pasang aksi marah. Juga tak lupa pasang aksi malu. Macam-macamlah. *** (08-08-2019)

Berisiknya Kongres Para Begundal

gallery/pinokio2