www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

29-04-2019

Ketika seorang pasien datang ke ruang praktek dokter, ia akan menceriterakan apa yang dirasakan. Apa yang mengganggunya. Kalau pasien tidak bisa cerita sendiri, yang mengantar bisa menceriterakan. Dokter akan mendengarkan dengan seksama dan kemudian mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memperdalam apa yang sudah disampaikan pasien. Bahkan akan ditanyakan juga riwayat penyakit terdahulu dan keluarga. Bermacam-macam, tergantung luasnya horison si-dokter. Jika apa yang diceriterakan oleh pasien itu sebuah buku, masing-masing dokter mungkin ada yang berbeda mana kata yang akan ‘di-stabilo’, mana yang tidak. Setelah dirasa cukup proses re-koleksi informasi pada tahap anamnesis ini kemudian akan dilanjutkan oleh pemeriksaan fisik.

Bermacam cara pemeriksaan fisik, dari yang tanpa alat bantu misal diraba, dipijit, ditekan, ditarik, diketok-ketok dan lain-lainnya, sampai dengan bantuan alat sederhana seperti stetoskop, termometer, palu refleks, dan lain-lain. Pada awalnya pemeriksaan fisik dipandu oleh beberapa informasi yang diperoleh saat anamnesis. Dan sekali lagi, tergantung dari horison si-dokter, mana yang perlu lebih diperhatikan, mana yang perlu diperluas pemeriksaan fisiknya, dan yang tidak perlu bisa berbeda satu dokter dengan dokter lainnya. Tetapi pada kasus-kasus ‘sederhana’ biasanya tidak jauh berbeda. Sama ilmu.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik ini si-dokter sudah bisa membayangkan beberapa kemungkinan apa yang diderita pasien. Bahkan dimana pemeriksaan penunjang yang canggih tidak tersedia di sekitar, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik ini si-dokter mesti harus berani memilih satu diantara beberapa kemungkinan itu. Tetapi kadang tetaplah perlu pemeriksaan lain untuk menegakkan sebuah diagnosis. Maka tahap pemeriksaan penunjang-pun dilakukan, bisa itu rontgen, USG, pemeriksaan laboratorium, dan bermacam lagi.

Bagaimana jika tiba-tiba saja ada ‘pasien’ bercerita soal bermacam ‘salah-input’ saat rekapitulasi suara dalam pemilihan beserta bermacam kejadian di sekitar yang dikatakannya sebagai kecurangan?

Si-dokter pastilah akan segera ‘siaga-satu’ karena yang diceritakan itu ibarat soal ‘denyut jantung’ bagi seorang manusia. Dia akan mengambil sikap penuh perhatian bahkan jika itu hanya satu-dua gejala saja. Mengapa? Karena ini bukan soal panu atau ketombe saja! Soal ‘suara’ dalam pemilihan itu letaknya ada dalam ‘jantung’-nya demokrasi. Maka apapun itu terkait dengan nasib ‘suara’, apalagi ada gejala-gejala penyimpangan dari detak normalnya, harus dipandang sebagai masalah serius. Ini akan sangat mengganggu kualitas hidup demokrasi, saat ini dan hidup selanjutnya.

Maka anamnesis-pun bisa berlangsung intens. Dan ketika memasuki tahap ‘pemeriksaan fisik’, berbagai bukti yang dibawa oleh si-pasien pun diperiksa dengan hati-hati. Baik dari foto C1 Plano dan perbandingan dengan peng-inputannya di data rekapitulasi. Juga bermacam video yang tertangkap smartphone kaum milenial itu. Sama serius dan intensitasnya dengan tahap anamnesis.

Kadang-kadang dalam ‘kasus-besar’ seperti ini, apa yang tersampaikan dalam anamnesis maupun yang diperoleh dari pemeriksaan fisik itu barulah merupakan puncak gunung es. Masalah atau fakta yang lebih besar kadang masih tersembunyi, dan penguakannyapun perlu pemeriksaan penunjang. Maka perlulah salah satunya misalnya, untuk dilakukan audit forensik dari sistem komputerisasi dari si-perekap data. Untuk itu perlu rujukan kepada ahli-spesialisnya, pakar IT misalnya. Jika ingin menyelamatkan ‘denyut-jantung’ demokrasi, mau-tidak-mau itu harus dilakukan. Taruhannya terlalu besar. *** (29-04-2019)

Si-Dokter

gallery/stetoskop
gallery/gunung es

Fenomena gunung es