www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

14-03-2019

Meski disediakan waktu antara Januari-Maret, dengan melihat kerumunan di kantor-kantor pajak bisa dikatakan Maret adalah ‘bulan pajak’. Bagi yang harus menyelesaikan laporan PPh 21-nya, Maret adalah tenggat supaya tidak kena pinalti. Inilah masa bagi yang berurusan dengan pajak PPh 21 (dan juga pajak lainnya) akan merasa lega jika urusan pajak terselesaikan dengan baik dan benar.

Bagi wajib pajak, bulan Maret adalah bulan ketika negara memohon dengan sangat berikut dengan segala ancaman hukumannya, kejujuran warga dalam membuat dan melengkapi laporan pajaknya. Kejujuran yang tidak salah juga jika kemudian ditambahi dengan rasa nasionalisme dan hal baik lainnya. Tentu bagi yang tidak sibuk di bulan Maret ini bukan berarti sama sekali tidak pernah bersentuhan dengan pajak. Bermacam bentuk pajak hampir setiap saat menghampiri semua warga negara, ketika ia belanja, makan di restoran, merokok, dan lain-lainnya dalam berbagai bentuknya.

Dalam dunia twitter, ada yang menggelitik di bulan Maret ini. Unggahan twit dari RajaPurwa (lihat misal: https://twitter.com/RajaPurwa/status/1105785884736024577)  secara serial menampilkan bermacam jejak digital ketika Jokowi bilang A atau B tetapi realisasinya jauh atau nyaris 0 (nol) atau bahkan berlawanan dalam kebijakannya. Atau jika pakai nuansa bulan Maret ini, ‘jujur itu hebat’ sepertinya hanya untuk wajib pajak saja. Bukan untuk ‘kolega-kolega atau peer group termasuk atasan tertinggi’ si pemotong pajak.

Wajib pajak tentu akan merasa bangga jika ia bisa berkontribusi ketika Presiden RI tampil di Sidang Umum PBB dan menggetarkan ruang sidang dari pada ‘dipaksa’ nonton tontonan tidak mutu soal ‘pencitraan’ naik KRL itu. Atau selfa-selfi di daerah bencana.

Maka jika kejujuran terus menerus didesakkan ke wajib pajak, tidak berlebihan juga jika wajib pajak juga sangat berharap kejujuran berkembang di ‘dunia si-pemotong pajak’, pemerintah. Harapan yang tidak berlebihan tentunya.

Tetapi rasa-rasanya untuk sekarang ini, harapan itu tinggal harapan. Dan jika pemerintah yang mendesakkan kejujuran bagi wajib pajak untuk jujur beserta bermacam ancaman atas ketidak-jujuran, wajib pajak-pun bukannya tidak berdaya ketika ketidak-jujuran merebak di sisi ‘sana’. Maka tak berlebih jika Eep Saefullah Fatah terkait dengan temuannya yang menunjuk elektabilitas Jokowi hanya 40,4 % mengatakan:

Berdasarkan pengalaman saya melakukan survei di pilpres maupun di pilkada selama 10 tahun, jika elektabilitas petahana jauh di bawah 50 persen menunjukkan dia sedang dihukum oleh rakyat [1] *** (14-03-2019)

 

[1] 05 Maret 2019, https://pwmu.co/90531/03/05/eep-syaifulloh-fatah-posisi-jokowi-sangat-rawan2/

Harapan di 'Bulan Pajak'

gallery/pajak