www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

28-02-2019

Hari-hari ini sedang berlangsung persidangan kasus Ratna Sarumpaet. Bagaimana sidang berlangsung, biarlah berlangsung, yang terjadi, terjadilah. Tetapi apapun itu sebaiknya kita jangan pernah sekalipun melupakan bahwa jauh dibalik kasus Ratna Sarumpaet ini ada hal mendasar: hal penganiayaan, dan lebih khusus lagi: penganiayaan terhadap perempuan. Perempuan yang melahirkan anak-anak negeri, yang pertama-tama dekat dan membesarkan anak-anak negeri.

Perjuangan dalam kesetaraan perempuan adalah jalan panjang yang tidak akan pernah putus. Kalau toh di sini kesetaraan sudah mulai merekah, di sana mungkin masih susah payah. Optimisme Manuel Castells dalam The Power of Indentity (1997) dengan salah satu subbagiannya: The End of Patriarchalism menunjukkan peran penting perempuan sudah tidak bisa dicegah atau dihalangi lagi. Dan ketika optimisme pergerakan ini semakin merekah, jelas berita tentang penganiayaan seorang perempuan adalah berita yang sungguh mengejutkan. Cobalah anda bayangkan sebagai manusia normal saja, melihat seorang perempuan dengan mata sembab ‘njendul-njendul-bengep’, dan nampak kehitaman kayak habis dipukuli saja, dan dengan menangis ia mengatakan telah dianiaya lebih dari satu laki-laki. Anda masih akan tanya mana buktinya anda dipukuli? Ada nggak video atau rekaman CCTV-nya? Atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti yang akan ditanyakan secara detail oleh seorang polisi penyidik? Menghadapi situasi seperti ini marah, gethem-gethem, gregetan adalah respon normal, apalagi jika ia yang dibesarkan dengan arahan untuk selalu peka terhadap hal-hal semacam itu.

Terhadap hal-hal mendasar, misal terkait dengan penganiayaan dan terutama lagi penganiayaan terhadap perempuan, janganlah kita main-main dengan hal tersebut. Dalam hal Ratna Sarumpaet, biarlah dia sendiri yang ‘bermain-main’ dengan penganiayaan perempuan, tetapi di luar itu sebaiknya jangan. Janganlah menjadikan bahan olok-olok hal terkait dengan respon terhadap penganiayaan perempuan. Sebenarnya kita haruslah berterimakasih akan hadirnya banyak orang yang merasa terganggu ketika terjadi penganiayaan terhadap perempuan. Bahwa mereka seakan sedang ‘dipermainkan’, sungguh bukanlah alasan untuk membangun olok-olok. Kenapa? Karena sekali lagi, ada hal yang sungguh mendasar dalam isu penganiayaan terhadap perempuan ini. Ataukah kita sedang membangun suatu masyarakat yang harus berpikir seribu kali untuk membela penganiayaan terhadap perempuan karena takut nanti jadi bahan olok-olok?

Cobalah kita lihat bagaimana memuakannya ketika isu soal kebocoran anggaran itu menjadi bahan olok-olok: bocor ...bocor...! Dalam kehidupan bernegara, kebocoran anggaran itu hal mendasar, dan kenapa jadi bahan olok-olok, cuk? Penganiayaan terhadap perempuan itu hal mendasar, mengapa itu jadi pintu masuk untuk olok-olok, cuk? Tidak ada bahan lain, cuk? Mikir! *** (28-02-2019)

Soal Penganiayaan Terhadap Perempuan: Itu MENDASAR, Cuk!

gallery/ratna