www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

24-02-2019

Gempa bumi dan tsunami misalnya, sebagai sebuah peristiwa dia tidak tergantung pada kita. Tidak tergantung mau-maunya kita. Tetapi mempelajari, memprediksi atau membuat alat pendeteksi, memasang dan merawat alat tersebut adalah hal yang tergantung pada kita. Termasuk menetapkan perkiraan lokasi potensi terdampak, latihan menghadapi bencana, itu adalah hal tergantung pada kita, mau-maunya kita. Di dalam rimba merebaknya digital-internet seperti sekarang ini, hoax kadang hadir sebagai hal yang tidak tergantung mau-maunya kita. Tentu apakah kita akan ikut-ikutan menyebar hoax atau tidak adalah mau-maunya kita. Tetapi jika kita juga tertipu dan ikut menyebarkan, jelas juga bukan berarti kita memang mau menyebar hoax juga. Apa yang bisa kita lakukan selain melakukan screening, baik secara pendekatan hukum maupun sosial itulah yang sebenarnya tergantung pada kita. Termasuk juga memperkuat benteng diri.

Jika kita prihatin bahwa seliweran hoax itu bisa merusak pikiran anak muda kita, tentu kita bisa mulai dengan menghimbau: jangan sebar hoax! Juga misalnya penegakan hukum. Tetapi yang tidak boleh dilupakan adalah pendekatan sosial. Dan yang paling penting di sini adalah meyakinkan bagi anak-anak muda untuk bisa menghargai reputasi, termasuk reputasi berita sekaligus juga sumber berita. Maka adalah penting bagi kaum muda untuk melihat dengan mata kepala sendiri, contoh atau bermacam contoh bagaimana yang semestinya itu dapat sungguh dipercaya. Pengalaman keseharian yang sering bersentuhan dengan hal dapat dipercaya atau penghayatan akan sebuah reputasi. Atau katakanlah model dalam segitiga hasrat-nya Rene Girard itu adalah sosok model dengan reputasi dapat dipercaya.

Di luar gegap-gempitanya Mobil Esemka hampir 9 tahun lalu itu sebenarnya isu ini mempunyai potensi besar dalam mendidik kaum muda kita dalam hal reputasi, atau tepatnya membangun reputasi. Cobalah lihat tayangan dokumenter Tata Motors ketika ia akan membuat satu produk mobil kecil-nya. Bagaimana tim disain mobil melakukan perancangan, uji coba dan lainnya. Perencanaan disain eksterior, interior dari berbagai sudut tertayangkan. Dari ‘coba-coba’ sampai disain jadinya. Juga uji aerodinamiknya. Aspek metalurginya. Persiapan pembuatan prototipnya, termasuk uji keselamatannya. Juga persiapan produksinya, pabriknya, hingga bagaimana itu akan diperkenalkan, dipromosikan. Jika itu semua dilakukan dalam kurun waktu 9 tahun ini, bayangkan apa yang dapat dibangun bagi kaum muda jika ia melihat proses tahap-demi-tahap yang melibatkan sains tinggi itu. Ketekunan, kecerdasan dan lainnya. Pembuatan dokumenter proses pembuatan Mobil Esemka itu jelas tergantung pada kita, tergantung mau-maunya kita. Bagi yang prihatin hoax dapat merusak pikiran anak muda, film dokumenter mobil Esemka dari tahap-ke-tahap dengan bobot sains itu dapat ikut membangun benteng dalam menghadapi gelombang hoax. Tetapi sekali lagi,  itu tergantung kita. Tergantung mau-maunya kita.

Atau juga dengan utang luar negeri yang dikatakan akan ditolak jika ia menjabat presiden. Juga ketika teriak: stop impor! Lihat betapa ini akan memberikan pendidikan bagi kaum muda kita tentang kerja keras dalam menepati omongan. Sangat bisa menjadi sebuah contoh bagi kaum muda kita bagaimana membangun sebuah reputasi. Membangun reputasi tahap-demi-tahap menghadapi kerasnya perjuangan dalam tekad menolak atau tidak menambah utang luar negeri dan stop impor itu. Dan sekali lagi, itu juga tergantung dari kita, dari mau-maunya kita. Kalau anak-anak muda  kita mendapat contoh betapa omongan bisa berarti tanpa bobot apapun, tanpa reputasi, maka sebenarnya pihak yang asal nggedebus itu sudah tidak punya hak lagi untuk mempersoalkan menyebarnya hoax, sebab dia sendiri sebenarnya adalah juga ‘si-penyebar-hoax-agung’ itu sendiri. Laksana maling teriak maling, dan tentu ini bukan hal baik dalam membangun pikiran anak muda kita. Justru malah ikut merusaknya.

Atau lihat tragedi tenggelamnya kapal di Danau Toba beberapa waktu lalu. Meminta bantuan teknologi tinggi karena kita tidak punya beserta ahlinya misalnya, itu adalah keputusan yang tergantung dari kita. Dan mengapa jawaban: 'silahkan nyelam sendiri' sampai-sampainya keluar dari mulut?!

Pemimpin yang kita harapkan adalah pemimpin yang paham dan mampu dalam mendeteksi-memilah apa yang tergantung dan tidak tergantung pada kita. Negara lain bisa saja membangun pangkalan militer di dekat perbatasan, tetapi tetap saja itu adalah tidak tergantung pada kita. Kita bisa protes mungkin, tetapi tetap dengan kesadaran penuh bahwa itu tidak tergantung pada kita. Yang tergantung pada kita adalah, apakah jika ada serangan yang dilancarkan dari pangkalan itu kita bisa melawannya? Termasuk juga misalnya, kita tidak bisa melarang China yang penduduknya hampir 1,5 milyar itu mau ‘mengekspor’ tenaga kerjanya masuk ke bermacam negara. Tidak, kita tidak bisa melarang China, tetapi kita bisa bertindak sesuai dengan apa yang bisa dilakukan sebagai bangsa merdeka dan berdaulat karena itu sebenarnya tergantung pada kita. Tentu lain cerita jika pemimpin adalah sekedar boneka. Lain, sungguh akan lain cerita. *** (24-02-2019)

Yang Tergantung Kita dan Yang Tidak Tergantung Kita

gallery/pinokio2