www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

19-02-2019

Penulis bukanlah pesilat, atau pegulat, atau yang sejenisnya. Tulisan ini adalah refleksi atas pendidikan, khususnya pendidikan dasar. Mengapa kita tidak mengajarkan silat di pendidikan dasar kita? Mengapa ini perlu diperbincangkan? Tulisan ini juga merupakan kelanjutan dari tulisan sebelumnya: ‘Mak Erot’ dan Eros.[i] Jadi silat dalam pendidikan dasar kita pandang sebagai salah satu dari pendidikan eros, sebagai pendidikan dalam disiplin hasrat.

Maka sejak awal harus disadari bahwa bukan masalah ‘nguri-uri’ warisan leluhur ataulah apa mau dikata. Kalau toh sekali mendayung dua-tiga pulau dilampaui, maka bolehlah juga dikaitkan dengan penghargaan-pelestarian-pengembangan warisan. Mengapa ini penting diperhatikan? Sebab apa yang dinamakan bias itu dapat ditemukan dimana saja. Maka bagi guru yang terlibat harus sangat paham tujuan dan outcome yang diharapkan. Sebab, bias-bias itu bisa saja dapat dihindarkan pada awal, tetapi dalam proses-proses selanjutnya dia terus membayangi. Intinya adalah, persiapkan dengan baik dan serius soal input, dan dalam hal ini input terkait dengan ‘guru-silat’nya.

Diskusikan juga dengan ahli-ahli perkembangan anak, baik aspek psikologi maupun perkembangan fisiknya dan juga ahli-ahli pendidikan tentunya. Tidak mungkin misalnya pada anak SD kita introdusir mengenai ‘tenaga-dalam’ misalnya. Atau bagaimana dalam praktek itu bisa berjalan dengan menyenangkan, dan bukannya malah menjadi tambahan beban. Intinya adalah bagaimana kita bisa membayangkan proses yang penuh tahapan itu dibicarakan detail dari tahap-ke-tahap. Memang tidak mudah, dan siapa bilang pendidikan itu hal yang mudah? Tidak ada! Maka memang diperlukan ‘guru-silat’ yang benar-benar tidak hanya mampu bersilat, tetapi yang lebih penting lagi adalah adanya jiwa pendidik dalam dirinya.

Bagaimana jika tidak ada ‘guru-silat’ yang ada, tetapi adanya ‘guru-karate’ misalnya. Bukan masalah tidak ada rotan akar-pun jadi, tidak, dan bukan itu masalahnya. Maka karate-pun bisa dilakukan sebab intinya adalah pendidikan dalam konteks pendidikan disiplin hasrat.  Hanya saja tetap saja harus dipersiapkan dengan serius seperti diungkap di atas. Sekali lagi yang penting adalah kesinambungannya, katakanlah selama 12 tahun dari SD sampai ke SMA. Atau paling tidak selama 9 tahun pendidikan dasar, dari SD sampai SMP. Mengapa? Karena tidak ada pendidikan eros itu hanya melibatkan rentang waktu 1-2-3 tahun saja. Dia butuh rentang waktu yang lama dan ruang yang cukup. Maka kurangilah soal-soal matematika yang ruwet-ruwet itu misalnya, dan kembalikanlah pada tujuan semula: melatih logika anak, dan bukannya menjadikan anak menjadi seorang matematikawan. Demikian juga mata pelajaran lainnya. *** (19-02-1019)

 

[i] https://www.pergerakankebangsaan.com/215-Mak-Erot-Eros/

Silat dan Kita

gallery/silat