www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

17-02-2019

Erot dalam Mak Erot adalah nama yang dibawa oleh punggawa Mak Erot sejak lahir, katanya. Mungkin saja kebetulan apa yang digeluti oleh Mak Erot itu dekat dengan hal-hal berbau erotik, khususnya bagi kaum adam. Erotik dari asal katanya terkait lekat dengan eros.

Dalam Alegori Kereta Kencana-nya Platon, eros memegang peran penting. Eros adalah daya yang digambarkan sebagai sayap. Dalam Alegori Kereta Kencana itu digambarkan bahwa sais adalah rasio (logistikon), kuda putih yang liar itu sebagai thumos, hal terkait dengan keberanian, harga diri, semangat. Sedang kuda satunya, kuda hitam yang juga penuh keliaran adalah sebagai epithumia, segala nafsu termasuk di sini nafsu akan makan, kekayaan, seks. Sayap, eros, yang merupakan daya itu akan menggerakkan baik logistikon, thumos, dan epithumia. Bergerak naik untuk semakin mendekatkan jiwa pada pergerakan ‘dewa-dewa’. Jadi eros tidak hanya melekat pada hal gejolak seks atau hal erotik saja, tetapi merupakan gejolak hasrat, daya hasrat yang akan menjadi daya dorong bagi ketiga bagian jiwa Platon itu. Masalahnya ‘bergerak naik ke atas’ itu tidaklah mudah, karena meski kuda putih cenderung taat pada sais, sementara yang hitam cenderung mengikuti kemauannya sendiri dan selalu ingin bergerak ke bawah.[1]

 

 

 

 

 

 

Cobalah bayangkan misalnya, pada suatu rejim ada kelompok pengaruh yang sungguh sangat signifikan dalam mempengaruhi rejim dan boneka (-boneka)nya, dan ‘kebetulan’ saja dalam kelompok pengaruh itu didominasi oleh orang-orang yang untuk mengendalikan hasrat terkait dengan epithumia saja masih ngos-ngos-an. Atau pinjam istilah Adam Smith, sangat jauh dari apa yang disebut sebagai ‘sekte agung’ (famous sect). Apa akibatnya? Bisa dilihat, rejim bisa menjadi rapuh, mudah retak, mudah ‘meluncur ke bawah’, bisa cenderung ‘ngawur’ –sak-ènak-udelé-dhéwé, dan mbèlgèdès sifatnya. Anda merasakan?

Kembali ke eros, mengapa eros ini penting untuk dibedah?

Bagi yang menggeluti dunia pendidikan, khususnya pendidikan sebelum pendidikan tinggi, keprihatinan akan apresiasi karya sastra di kalangan siswa bukannya tanpa alasan. Apalagi jika dibanding negara-negara lain, khususnya negara-negara maju. Dari sudut eros, mengapa ini perlu? Dalam karya sastra disitu tersimpan bermacam hal baik, dari keindahan kata maupun isi buku. Dan bukan pertama-tama supaya anak didik itu menjadi sastrawan atau mengenal sejarah sastra, tidak -bukan itu. Tetapi adalah soal ‘mendidik hasrat’, mendidik ‘eros’. Biasakanlah hasrat yang bergejolak pada anak itu untuk terarah pada hal-hal yang baik. Hal indah. Eros yang merupakan daya gerak itu haruslah ‘dididik’ dengan membiasakan bersentuhan dengan hal baik, dan itu harus dilakukan bahkan sejak anak masuk SD, misalnya. Demikian juga misalnya olah raga. Adalah penting bahwa ‘hal-baik-yang-diperoleh-dari-olah-raga’ itu menjadi penting dalam ruang-waktu ‘mata-pelajaran’ gerak jasmani itu. Bisa hal baik itu terkait dengan kesehatan maupun sportifitas. Atau juga daya tahan, tidak mudah menyerah. Maka ketika seorang presiden terekspos sedang serius sekali baca komik, dan bahkan pasukan horé-nya di kemudian hari memberikan penjelasan bahwa baca komik itu bisa menginspirasi dalam mengurus negara, jelas ia sedang lupa bahwa sebagai tokoh masyarakat, apalagi seorang presiden, ia juga adalah seorang model dalam segitiga hasrat-nya Rene Girard.

Atau juga matematika, di dalam pendidikan sebelum pendidikan tinggi, otak-atik matematika haruslah mampu terefleksi dalam pendidikan eros, khususnya hal terkait logistikon. Jadi bukannya membayangkan si anak ini adalah calon matematikawan semua. Tentu dari sekian anak ada yang sungguh berbakat dalam hal matematika, dan inilah mungkin salah satu potensi dalam dirinya. Potensi yang mungkin saja akan sangat berguna nantinya di perguruan tinggi, baik bagi dirinya maupun ketika menjadi seorang profesional, keahliannya akan memberikan kontribusi dalam hidup bersama. Juga bagi anak yang punya potensi otak-atik mesin, menggambar, atau yang lainnya.

Bagi yang mengamati bagaimana terjaganya mutu pendidikan di Finlandia, maka pondasi mutu pendidikan di sana bisa dikatakan adalah guru, it’s all about teachers. Dalam pendidikan eros, pendisiplinan hasrat, peran guru adalah sangat penting. Bukan dalam arti ‘mengisi botol kosong’ tetapi selalu fokus dalam pendampingan sehingga eros selalu terjaga dan berkembang untuk menghasrati hal baik. Dan juga perlahan menunjukkan adanya ‘ketegangan’, adanya ‘tarik-menarik’ antara gejolak hasrat. Jika pendidikan eros ini dapat berjalan tanpa putus selama katakanlah 12 tahun dari SD sampai SMA misalnya, diharapkan selain dapat mengapresiasi hal baik, juga diharapkan akan ‘mudah jijik’ terhadap hal buruk. Misalnya ketika dalam ranah kenegaraan bicara soal ‘kebocoran anggaran’, itu langsung dapat mengapresiasi betapa pentingnya hal tersebut dibicarakan, diperhatikan dengan serius sebagai bentuk apresiasi. Atau sebaliknya, akan langsung merasa terganggu atau bahkan jijik ketika melihat seorang presiden misalnya, malah menggunakan kata ‘bocor’ yang itu konteksnya ada dalam ranah pembicaraan ‘kebocoran-anggaran’ untuk meng-olok-olok lawan politiknya, seakan lupa bahwa yang sedang dibicarakan itu adalah hal yang mendasar dalam tata-negara. Apalagi saat itu ekspresi wajahnya seakan menunjukkan ekspresi yang hanya ada di zona nyaman ke-tidak-berpikir-an. Miris melihatnya. Atau bahkan muak!

Pendidikan eros ini jelas tidak ada hubungannya dengan kompetensi. Maka sebaiknya paradigma kompetensi di pendidikan dasar, katakanlah dari SD-SMP, paradigma kompetensi itu dihilangkan saja. Gantilah dengan paradigma potensi, yang mana sebenarnya eros ada di dalamnya, ada di dalam segala potensi manusiawi. Profesionalisme yang tinggi dan selalu mampu menghargai detail dan ke-presisi-an misalnya, dapat dikatakan bisa saja merupakan buah dari pendisiplinan hasrat ini atau pendidikan eros yang selalu terarah ke hal yang baik itu di pendidikan dasar. Bisa menjadi tidak mudah masuk pada kerja serampangan dan asal jadi. *** (17-02-2019)

 

[1] A. Setyo Wibowo, Arete: Hidup Sukses Menurut Platon, Kanisius, 2010, hlm. 37

'Mak Erot' & Eros

gallery/plato wings