www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

14-02-2019

Syahdan, ada empat orang terantai di gua, si J, K, W dan P yang hanya bisa menghadap ke tembok gua. Di belakang mereka ada api, dan diantara api dan empat orang itu, lalu-lalang orang membawa tempayan. Pada saat tertentu tempayan berbentuk huruf ‘B’ sehingga bayangan yang jatuh di tembok gua dilihat oleh ketiga orang itu adalah juga bayangan huruf ‘B’. Orang berikut tempayannya berbentuk huruf ‘O’, dan seterusnya berturut-turut tempayan berbentuk huruf ‘C’, ‘O’ lagi dan ‘R’. Berurutan dan berulang kali. Dan bayang-bayang itu membentuk kata ‘bocor’.

Si-P berkata sambil menunjuk bayang-bayang di tembok gua tepat di depan mereka: “Bocor!” Si J, K dan W meski dengar kata ‘bocor’ dari P, tetap saja bengong-asyik menatap bayang-bayang. Penasaran dengan kata ‘bocor’, si-P dengan sekuat tenaga berusaha melepas rantai. Berhasil! Maka perlahan ia merangkak keluar gua. Sampai di luar gua ia menjadi begitu silaunya dengan cerahnya matahari. Menyakitkan memang, tetapi si-P tetap bertahan. Perlahan rasa sakit karena terangnya sinar matahari mereda, dan segera nampak pohon hijau, rumput dan bebatuan. Dan lihat, sebuah jurnal tua dari Bank Dunia, dibuka dan tiba-tiba saja P tertarik dengan pernyataan Bank Dunia: kebocoran anggaran republik ditengarai bisa sampai 30 %. Dan tiba-tiba saja selembar koran menerpa mukanya, dibuka, dan lagi, kata anggota Dewan Pertimbangan Presiden di satu republik: kebocoran anggaran negara antara 20-40 persen. Wakil Presiden republik itupun juga terberitakan membenarkan ada kebocoran negara. Bahkan menteri yang pembantu presiden itu, juga mengakui. Tak lupa banyak ahli-ahli ekonomi yang tidak pernah berhenti mengingatkan soal kebocoran anggaran negara. Bagi P, ini adalah bukti bahwa adanya kebocoran anggaran negara itu bukanlah isapan jempol belaka.

Maka, melayanglah imajinasi dari si-P. Bukankah demokrasi itu adalah kedaulatan di tangan rakyat? Dan jika memang begitu, rakyat-lah melalui wakil-wakilnya yang membuat anggaran negara bersama sang eksekutor anggaran. Dan jika ada kebocoran anggaran terjadi dalam eksekusinya, bukankah itu melukai rakyat? Maka dengan segera si-P masuk lagi ke gua. Ingin segera memberitahu ke si-J, K, dan W soal kebenaran bayang-bayang tulisan ‘bocor’ itu. Dan pentingnya masalah kebocoran anggaran republik dan bagaimana itu sangat melukai rakyat.

Tetapi ketika segala hal yang ditemukan di luar gua itu disampaikan kepada si-J, K, dan W, serentak jawabannya adalah: “Mana buktinya!” Si-P mengajak keluar gua untuk bersama-sama membaca dan mendiskusikan temuan-temuannya, tetapi tetap dijawab: “Mana buktinya .....!” Malah kemudian si-J lalu berteriak-teriak: “Bocor ....” Sontak serta-merta si K dan si-W bertepuk tangan, dan mengulang kata-kata si-J : “Bocor...!” Si-J semakin kalap, tambah keras dan cepat mengulang lagi: “Bocor...” Si-K dan si-W tak kalah garang dan kerasnya mengulang sambil mengacungkan tangan : “Bocor...” Si-P berulang kali membujuk untuk didengarkan, tetapi si-J malah tambah keras: “Bocor...”

Si-P akhirnya memilih keluar gua lagi dan meninggalkan Si-J, K, dan W yang terus saja mengulang-ulang kata-kata: “Bocor...!” Bahkan sekarang sambil menghentakkan kaki. Tambah lama tambah keras, akhirnya runtuhlah batu-batu yang ada di mulut gua, menutup gua sehingga tidak ada lagi celah untuk keluar. Banyak orang sebenarnya sudah ada di luar gua ketika mendengar keributan itu, tetapi setelah di jelaskan oleh si P sebab-sebab ributnya dalam gua, orang-orang itu memilih meninggalkan gua. Sayup-sayup masih terdengar teriakan dan gemanya: “Bocor...” Tak lupa juga hentakan kaki dan tepuk tangan dari ketiganya yang semakin menggila.

Dalam perjalanan meninggalkan gua, Si-P tanya pada orang-orang mengapa tidak mau menolong J, K dan W. Dijawab oleh mereka: “Kita tidak mau ikut-ikutan jadi bodoh .....” *** (14-02-2019)

'Bocor' dan Bayangannya Di Gua

gallery/mukidi

Pecas ndahé, Cing

gallery/2019_ganti_2
gallery/plato cave

Alegori Gua Platon