www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

10-01-2019

Coba kita bayangkan, bagaimana jika jauh di masa lalu tidak pernah ditemukan adanya manuskrip, script: tulisan, manus: tangan. Dalam media apapun. Maka mungkin kita tidak akan pernah mengenal Konfusius selengkap yang kita kenal sekarang, atau kitab Sun Tzu. Atau juga tulisan-tulisan Platon, Aristoteles, Stoa, dan bermacam kitab. Termasuk juga sumbangan dunia Arab terhadap matematika misalnya. Dunia yang kita kenal sekarang ini pastilah berbeda. Maka kita bisa bersyukur atas peninggalan jaman kuno itu, untung ada manuskrip!

Setelah dari era manuskrip kita beruntung juga dengan datangnya mesin cetak. Bi Seng menemukan alat cetak jauh sebelum Gutenberg, tetapi mesin cetak Gutenberglah (sekitar tahun 1440-an) yang memungkinkan dicetaknya dalam jumlah besar. Tetapi meski begitu, ‘pencetakan’ buku-buku dalam jumlah ‘besar’ sebenarnya sudah terjadi kira-kira 300 tahun sebelum Gutenberg, di daratan Eropa sana. Hal tersebut terjadi ketika pecia system berkembang, dimana jika dulunya penulisan manuskrip itu sebagai ‘kegiatan penebusan dosa’ dari para pendeta, di abad 12 dan seterusnya mulai kaum awam terlibat dalam penulisan manuskrip dengan bayaran setiap lembarnya, setiap piece-nya, sehingga disebut pecia system [1] seperti disebut di atas. Hal ini terjadi karena semakin meningkatnya kebutuhan akan buku seiring dengan bertambahnya universitas-universitas di daratan Eropa sana, seperti Universitas Bologna (Itali, 1088), Universitas Oxford (UK, 1096), Universitas Salamanca (Spanyol, 1134), Universitas Paris (Perancis, 1160), Universitas Cambridge (UK, 1209), Universitas Padua (Itali, 1222), Universitas Napoli (Itali, 1224), Universitas Siena (Itali, 1240), Universitas Coimbra (Portugal, 1290). Di luar Eropa sebenarnya juga ada pendidikan yang bisa dikatakan juga sepenting universitas tersebut, yaitu di Mesir, Universitas Al-Azhar (tahun 970, dan berstatus resmi sebagai universitas di tahun 1961).[2] Dengan berkembangnya universitas-universitas tersebut dan ditemukannya mesin cetak Gutenberg di tahun 1440, Eisenstein menyebut tahun antara 1350-1450 terkait dengan manuskrip sebagai ‘the last golden age’.[3] Terkait dengan inovasi mesin cetak Gutenberg itu, dampak bagi perkembangan manusia sungguh dahsyat. Banyak ulasan mengenai ini.

 

 

 

 

 

Baru-baru ini National Geographic menayangkan Inside the Internet: 50 Years of Life Online.[4] Indonesia pertamakali bersentuhan dengan dunia online itu di tahun 1992, sekitar 25 tahun lalu. Facebook masuk dunia online di tahun 2004, Twitter tahun 2006, dan Instagram 2010, adalah sebagian contoh ‘anak-anak’ dunia online.  Pengembangan search engine sudah mulai di tahun 1990, dan berkembanglah MSN, Yahoo, Google dan lainnya. Apa dampaknya bagi kehidupan kita? Ataukalau kita mau sedikit lebih spesifik di tahun politik ini, apa dampak dari perkembangan dunia online dalam politik kita? Jika kita terpaku lebih pada hoax-hoex sebenarnya ini sedikit merendahkan apa yang sebenarnya dapat diberikan oleh dunia online. Salah satu yang penting adalah aspek ‘jejak digital’ yang dapat digali dalam dunia online itu. Dan ini penting, sepenting juga ketika dunia manuskrip mampu memberikan jejak-jejak sejarah kepada generasi yang akan datang. Demikian juga gagasan atau pemikiran yang dicetak melalui mesin cetak.

 

 

 

 

Maka dengan era digital-on-line ini, sungguh keberuntungan tersendiri sebenarnya bagi warga negara sebagai pemilih. Kita bisa punya kesempatan untuk ‘meloloskan’ diri dari terkaman propaganda dan yang sejenisnya. Kita bisa mandiri atau bersama dalam group untuk melakukan search gagasan atau pemikiran yang mewujud pada janji-janji kampanye 5 tahun lalu misalnya, dan membandingkan dengan realisasinya. Mungkin tidak dengan serta merta memang, tetapi dunia digital-on-line ini nampaknya menyimpan potensi besar untuk mengubur ‘yang suka bohong’ pada si-pemilih. Bahkan untuk pembohong berdarah dingin sekalipun. Thank God It’s Online! *** (10-01-2019)

 

[1] Elizabeth L. Eisenstein, The Printing Revolution in Early Modern Europe, Cambridge University Press, 2005, 2nd ed. hlm. 10

[2] https://www.topuniversities.com/blog/10-oldest-universities-world

[3] Elizabeth L. Eisenstein, hlm. 11

[4] https://www.natgeotv.com/za/shows/natgeo/inside-the-internet-50-years-of-life-online

Untung Ada Manuskrip

 

gallery/gutenberg
gallery/google

Gutenberg printing press